TEMPO.CO, Kairo - Presiden Mesir Mohamed Mursi, Ahad, 27 Januari 2013, menyatakan negara dalam kondisi darurat untuk tiga kota di sepanjang Terusan Suez, menyusul bentrokan berdarah dalam beberapa hari terakhir ini.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi pada Ahad dinihari waktu setempat, Mursi mengatakan, kondisi darurat diberlakukan di tiga kota, yakni Port Said, Ismailia, dan Suez.
Dia katakan, keadaan ini berlaku efektif sejak Senin, 28 Januari 2013, pukul 9 petang (19.00 GMT) hingga pukul 6 pagi (04.00 GMT). Presiden yang diusung Ikhwanul Muslimin ini memperingatkan masyarakat bahwa pasukan keamanan akan bertindak tegas bagi para perusuh negara.
"Saya telah katakan bahwa sesungguhnya saya menentang keadaan darurat, tetapi saya harus sampaikan bahwa saya harus menghentikan pertumpahan darah dan melindungi rakyat sehingga saya harus bereaksi," kata Mursi.
Pada kesempatan itu, Mursi juga menyerukan diadakannya dialog dengan para politikus, yang dimulai pada Senin ini, guna memecahkan masalah.
Bentrokan mematikan terjadi antara demonstran dan polisi sejak Jumat, 25 Januari 2013, menyebabkan 48 orang tewas. Aksi itu bertepatan dengan peringatan dua tahun revolusi Mesir yang berhasil menumbangkan bekas Presiden Husni Mubarak.
Tujuh orang tewas ditembak dan ratusan lainnya cedera di Port Said pada Ahad, 27 Januari 2013. Mereka tewas ketika menghadiri pemakaman 30 orang yang meninggal dalam bentrokan di kota tersebut sehari sebelumnya.
Wartawan Al Jazeera, Rawya Rageh, melaporkan dari Port Said, helikopter militer terbang rendah di atas kerumunan orang yang sedang menghadiri pemakaman rekan mereka.
"Saya tidak melihat bagaimana keputusan ini (darurat) dapat dipercaya masyarakat," kata Rageh mengacu kepada keputusan Mursi yang menyatakan negara dalam keadaan darurat. "Masyarakat (di Port Said) merasa bahwa negara saat ini dalam keadaan benar-benar kolaps, khususnya setelah kerusuhan hari ini, pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke pemakaman," katanya.
AL JAZEERA | CHOIRUL