Menurut Dahlan, keyakinannya itu didasari fakta bahwa utang Merpati lebih banyak ke perusahaan negara, bukan ke pihak swasta seperti Batavia Air. "Masa iya perusahaan (negara) mau gugat pailit. Misal selama ini Merpati tidak bisa membayar ke bandara, utangnya kan ke Angkasa Pura. Tidak bisa bayar avtur, utangnya ke Pertamina. Jadi itu utangnya ke negara." kata Dahlan menjelaskan.
Ia pun mengapresiasi kemajuan Merpati yang kini telah memperbaiki diri. "Sekarang sudah tidak utang avtur, asuransi maupun bandara," katanya.
Meski begitu, Dahlan mengungkapkan bahwa untuk mencegah kebangkrutan, para karyawan Merpati harus rela dicicil gajinya 50 persen. "Demi kesenangan kemudian, karena kalau tidak, bakal tidak bisa terbang lagi.Tapi nanti pasti gaji dibayarkan," katanya.
Sebelumnya Heri Wardana, Dewan Pengawas dan Dewan Pakar Forum Pegawai Merpati (FPM) mengkhawatirkan bakal Merpati bernasib sama seperti Batavia. Ia membeberkan kerugian Merpati Nusantara Airlines pada 2012 yang mendekati angka Rp 1 triliun. Heri mengungkapkan, utang lancar Merpati kepada Pertamina semakin bertambah (potensi default), Asuransi Jasindo sampai saat ini juga belum dilunasi bahkan diancam melalui Notice of Cancelation (NOC) untuk kesekian kalinya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memutuskan untuk memailitkan Batavia air setelah International Lease Finance Corporation (ILFC) mengajukan permohonan pailit terkait dengan pesawat Airbus A330 yang disewa seharga US$ 4,6 juta. Utang tersebut telah jatuh tempo pada 13 Desember 2012, namun Batavia tak sanggup membayarnya.
ANANDA PUTRI