TEMPO.CO, Jakarta--Polisi menemukan keterlibatan jaringan internasional dalam kasus perdagangan bayi yang ditemukan di kawasan Jakarta Barat. Indikasinya terlihat pada barang bukti yang disita dari para tersangka. "Ada bayi yang sudah memiliki paspor pada 1995," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi Rabu 6 Februari 2013.
Diduga, paspor itu digunakan untuk mengirim bayi ke luar negeri. Selain itu, polisi menemukan catatan perjalanan seorang tersangka yang kerap bolak-balik ke Singapura. Padahal, bila melihat penghasilannya, kata Hengki, tidak mungkin dia pergi ke luar negeri lebih dari sekali dalam setahun. "Kami duga dia pergi dengan biaya dari penjualan bayi itu," ujarnya. "Dari bukti-bukti itu, diduga bayi dijual ke Singapura."
Sebelumnya, polisi menangkap tujuh perempuan yang diduga merupakan anggota sindikat penjualan bayi. Penangkapan itu merupakan hasil pengembangan dari kasus penjualan bayi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Polisi membutuhkan waktu satu bulan untuk membongkar sindikat ini.
Polisi mulai menangkap para tersangka pada 9 Februari 2013. Pertama yang diringkus adalah LD, 48 tahun, di Pesing Koneng RT 10 RW 08, Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk. Pada hari yang sama, berturut-turut ditangkap A, 52 tahun, E (40), dan M (57) di Kebon Jahe, Kelurahan Kapuk, Cengkareng.
Keesokan harinya, polisi menangkap Hastuti Singgih alias Linda, 62 tahun, di Sunter, Jakarta Utara. "Dia diduga sebagai koordinator penjualan yang menampung dari kelompok kecil di Jakarta Barat," ujar Hengki. Selanjutnya, di kawasan yang sama, dibekuk LS dan R. Mereka berdua memiliki peran yang sama dengan empat tersangka yang ditangkap pertama kali, yaitu mencari bayi untuk diserahkan kepada Linda.
Baca Juga:
Saat diperiksa, Linda mengaku kelompok itu baru beroperasi sejak 2010. "Tetapi hasil penyelidikan kami menunjukkan mereka sudah beroperasi sejak 1992," kata Hengki. Hal itu didukung dengan adanya bukti fotokopi paspor bayi yang diterbitkan tahun 1995 atas nama Teddy Lukas, berusia 3 bulan.
Menurut Hengki, untuk mendapatkan bayi, tersangka mencari perempuan miskin yang sedang hamil. Mereka berpura-pura membantu perempuan itu untuk melunasi biaya persalinan. Selanjutnya, tersangka merayu sang ibu untuk membiarkan anaknya diadopsi orang lain agar kehidupan sang bayi lebih terjamin.
Setelah sudah berada di tangan, bayi diserahkan kepada Linda sebagai koordinator. Dialah yang mengurus akta kelahiran dan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk sang bayi, seperti kartu keluarga dan paspor. “Semua dokumen itu asli,” kata Hengki. “Tapi data-datanya dipalsukan oleh tersangka sejak awal.”
Dari salah satu barang bukti yang disita penyidik, terdapat sebuah buku tulis yang di dalamnya berisi pesanan bayi. Setiap permintaan ditulis dengan rapi dalam sebuah catatan disertai dengan tanggal. Ada yang meminta berdasarkan jenis kelamin dan ada juga permintaan berdasarkan ras. "Misalnya, bayi pribumi atau keturunan Tionghoa," ujar Hengki. "Kalau laki-laki harganya bisa mencapai Rp 70-80 juta."
Linda mengaku hanya menjual 3-4 bayi per tahun. Namun Henki yakin jumlahnya lebih besar dari itu. "Dari November hingga Desember ada sekitar 12 bayi yang dijual sindikat ini," kata Hengki.
Polisi berhasil mengamankan satu bayi laki-laki dan satu bayi perempuan yang terkait dalam kasus ini. Selain itu, disita sejumlah dokumen berupa paspor bayi, akta kelahiran, kartu keluarga, kartu hamil, kartu periksa, partograf persalinan atas nama Monalisa, stempel bidan, dan satu lembar manifes penerbangan Tiger Airways. Selain itu, polisi menyita enam buah ponsel serta uang tunai Rp 5.400.000 dan Sin$ 500.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Ketua Satgas Perlindungan Anak Indonesia, Muhammad Ihsan, mengatakan ada berbagai modus yang digunakan sindikat ini dalam praktek perdagangan anak. Di antaranya, dengan menculik atau berkeliling ke panti asuhan dengan pura-pura mengadopsi. “Sekarang modus yang sering dilakukan adalah meminta baik-baik ke orang tua si bayi,” ujar Ihsan.
Menurut Ikhsan, untuk modus yang terakhir ini, sasarannya adalah perempuan miskin yang tengah hamil. Pelaku mendekati perempuan itu dengan tujuan meminta sang bayi secara baik-baik. “Biasanya pelaku mengiming-imingi uang dan berjanji memberi kehidupan yang baik untuk si bayi,” tuturnya.
Orang tua yang memiliki pengetahuan pas-pasan, kata Ihsan, akan dengan mudah terjebak pikat rayu pelaku. Secara tidak sadar mereka juga ikut terlibat dalam praktek perdagangan bayi. "Masih banyak yang belum tahu tentang UU Perdagangan Anak, yang menyerahkan anak juga akan kena pidana," ucapnya. Waspada penjualan bayi berkeliaran.
ADITYA BUDIMAN | ANGGRITA DESYANI | TRI ARTINING PUTRI | SUSENO
Baca juga:
Hari Ini Ada Demo Buruh, Hindari Bundaran HI
Bahan Narkoba Kasus Raffi Jenis Ini Lebih Mahal
Raffi Ahmad Siap Hadapi Persidangan
Jokowi Dekati Warga Bantaran Ciliwung