TEMPO.CO, Jakarta - Setelah diputar serempak di berbagai daerah dari Aceh hingga Jayapura pada 10 Desember tahun lalu, film Jagal (The Act of Killing) kembali menyapa penonton Indonesia. Hujan deras dan kemacetan Ibu Kota Jakarta tak menghalangi para pencinta film menonton film ini di Blitz Megaplex Grand Indonesia, Rabu malam, 6 Februari 2013.
Bahkan sebagian penonton masih antusias mengikuti diskusi dengan sejarawan Hilmar Farid dan sutradara film Joshua Oppenheimer melalui Skype seusai pemutaran film. Ratusan jurnalis, pekerja lembaga sosial masyarakat, dan lembaga non-pemerintah menonton film besutan sutradara Joshua Oppenheimer ini. Tokoh agama seperti Romo Franz Magnis Suseno pun terlihat menonton film ini hingga selesai.
Pemutaran film ini dilaksanakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Partisipasi Indonesia, dan Final Cut For Real. Ketua Aliansi, Umar Idris, mengatakan, AJI Jakarta ikut ambil bagian memutar film ini dengan misi tertentu.
“Film ini menguak sekelumit sejarah yang belum diketahui oleh masyarakat agar masyarakat juga mengetahui bagaimana peristiwa '65 di sisi lain,” ujar Umar di sela-sela pemutaran film. AJI Jakarta ikut memutar film ini untuk mengapresiasi karya film sebagai bagian kebebasan berekspresi dan kebebasan berpikir.
Film ini mengisahkan Anwar Congo, seorang penjagal mereka yang disebut sebagai orang PKI di daerah Medan dan sekitarnya. Dia mengisahkan pembunuhan yang dilakukannya saat itu. Joshua merangkainya dalam film dokumenter tentang kisah Anwar dan sangkut pautnya dengan organisasi Pemuda Pancasila.
Film The Act of Killing sebelumnya diputar pertama kali pada Festival Film Telluride di Amerika Serikat pada Agustus 2012. Setelah itu, berturut-turut film ini juga diputar di Festival Film Internasional Toronto dan Festival Internasional Film Dokumenter Copenhagen di Denmark. Bulan ini, film yang berdurasi lebih dari dua jam ini diputar di Berlin.
Pemutaran film pada sesi Indonesia Menonton Jagal sebelum ini mengandalkan inisiatif masyarakat. Dari catatan tim film Jagal, pemutaran film dilakukan secara terbatas dan hanya 14 pemutaran yang dilakukan secara terbuka. Pemutaran dilakukan dalam berbagai skala yang dihadiri penonton terkecil delapan orang hingga terbesar 450 orang. Pemutaran telah dilaksanakan di 91 kabupaten/kota dengan total pemutaran film hingga 238 kali. Film ini diperkirakan telah ditonton lebih dari 6.000 orang di seluruh Indonesia.
Selama pemutaran, panitia penyelenggara sering deg-degan. Mereka harus melewati masa kritis yang menegangkan dari ancaman hingga serangan saat menonton film ini. Polisi juga kerap mendatangi panitia dan meminta pembatalan pemutaran film. ”Hari ini, kami ingin mengembalikan film ke tempat selayaknya, yakni ke bioskop,” demikian ditulis tim Final Cut for Real.
DIAN YULIASTUTI
Baca juga:
Untuk Tabok PKI, Tentara Pinjam Tangan Rakyat
Edisi Khusus Film Pengkhianatan G 30 S/PKI
G30S, Soekarno Bersembunyi di Halim dan Bogor
Cerita Anak Jenderal D.I. Panjaitan Soal G30S/PKI
Film Pengkhianatan G30S/PKI, Propaganda Berhasilkah?
Kekuatan Film Pengkhianatan G30S/PKI Luar Biasa