TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kasus yang menimpa PKS pada awal 2011 lalu benar-benar membuat kader PKS tertohok. Kedua kasus itu adalah pengaduan pendiri PKS Yusuf Supendi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tertangkap basahnya anggota Majelis Syuro PKS, Arifinto, sedang melihat gambar porno pada sidang paripurna DPR.
"Ada aktivis dakwah yang datang pada saya dan mengatakan syahwat politik telah menyulap PKS menjadi sangat pragmatis," tulis peneliti PKS, Burhanuddin Muhtadi, dalam bukunya, Dilema PKS: Suara dan Syariah. "Mereka telah larut dalam kekuasaan," tulisnya. Tak pelak, kasus-kasus itu juga mendorong faksionalisasi PKS meruncing. "Publik sulit menerima alibi Arifinto yang membuka gambar porno kala sidang," tulis Burhanuddin.
Kasus Arifinto, kata Burhanuddin, telah menyentuh wilayah moralitas pribadi kader PKS. Padahal, nilai integritas dan kredibilitas kader inilah yang semula amat dibanggakan partai ini. Akibatnya, kasus Arifinto menimbulkan demoralisasi yang serius di kalangan kader PKS. Semua kasus itu mengurangi legitimasi PKS yang kerap menyuarakan isu antikorupsi.
Sebagian kader, terutama yang berasal dari kubu ideologis, menyalahkan menguatnya kubu pragmatis atas kemunculan berbagai kasus ini. Belum lagi kepercayaan publik pulih, kini PKS kembali diterjang masalah. Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap KPK karena terlibat kasus suap daging sapi impor. Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri ini, seorang pemimpin partai ditangkap karena kasus korupsi.
CORNILA DESYANA