TEMPO.CO, Surabaya - Realisasi proyek pembangkit panas bumi di Bedugul, Bali hingga saat ini masih terkendala perijinan dari pemerintah daerah. Area Representative PT Bali Energy Limited (BEL) Widyasari mengatakan sejak perseroan mendapatkan hak konsesi 1998, hingga saat ini masih terhenti akibat belum mendapat ijin.
"Kami berharap proyek geotermal tersebut kembali berlanjut," kata Widyasari kepada Tempo, Rabu 13 Februari 2013.
Menurut dia, sejak mendapatkan hak mengembangkan wilayah kerja pertambangan dari PT Pertamina Geothermal Energy pada 1998 hingga kini pembangkit masih belum berproduksi. Padahal Bali Energy telah menghabiskan investasi US$ 50 juta. “Pemerintah pusat dan daerah tidak pernah sejalan soal energi terbarukan. Padahal Bali Energy sudah mengeluarkan investasi besar, tapi belum berproduksi," ujarnya.
Widyasari menjelaskan potensi panas bumi di Bedugul sebenarnya mencapai 400 megawatt. Namun potensi sebesar itu tidak bisa dimaksimalkan oleh Bali Energy. Sebab sesuai kontraknya, Bali Energy hanya diperbolehkan memproduksi listrik dari panas bumi Bedugul maksimal 175 megawatt. Padahal, jika potensi panas bumi tersebut diotimalkan, dia yakin Provinsi Bali tak perlu lagi bergantung pada pasokan listrik dari Pulau Jawa.
Dia menjelaskan, dengan asumsi tenaga listrik yang dihasilkan sebesar 175 megawatt itu kebutuhan lahan guna pengembangan pembangkit di Bedugul sekitar 18 hektare. Dari total lahan itu, sebagian besar digunakan untuk membangun jalan akses di area wilayah konsesi pertambangan (WKP) Bedugul.
Bali Energy telah membuka tiga sumur produksi yang terpisah dengan kebutuhan lahan masing-masing 1 hektare. "Padahal tidak butuh lahan banyak untuk panas bumi di Bedugul ini. Pemerintah daerah seharusnya mendukung program energi terbarukan," ucapnya.
Selain menghasilkan listrik, Bali Energy menjamin proyek pembangkit panas bumi Bedugul mampu menyerap tenaga kerja lokal sedikitnya 300 orang. Saat awal kegiatan eksplorasi pada 2000, Bali Eneregy telah mempekerjakan sekitar 400 orang warga Kecamatan Baturiti, Bali.
Namun lantaran ditolak Gubernur Bali dan Walhi Bali, Bali Energy harus memangkas tenaga kerja hingga menyisakan 30 orang pekerja yang bertugas menjaga instalasi dan infrasturktur di Wilayah Konsesi Bedugul. “Kami berharap Gubernur Bali masih memberikan kesempatan bagi kelanjutan proyek energi terbarukan, khususnya panas bumi,” ujarnya menambahkan.
Senada Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Geothermal Energy, Adiatma Sardjito, mengatakan kelanjutan proyek panas bumi Bedugul tinggal menunggu izin penggunaan kawasan hutan lindung dari Gubernur Bali. Dia berharap Pemerintah Provinsi Bali segera mengeluarkan izin soal kelanjutan proyek tersebut. “Setelah izin itu keluar kami yakin Kementerian Kehutanan akan mengikutinya,” ujarnya.
Menurut dia, Pertamina Geothermal memberikan hak kelola kepada Bali Energy selama 30 tahun setelah pembangkit Bedugul mulai berproduksi.
Adiatma mengatakan prospek bisnis panas bumi cukup cerah sejak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan keputusan soal variasi tarif panas bumi sesuai Permen ESDM Nomor 22 tahun 2012. Untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali ditetapkan minimal harganya 11 sen dolar AS per Kwh (tegangan tinggi) dan 12,5 sen dolar AS per Kwh (tegangan menengah).
"Jika hingga akhir 2014 masih mandeg (berhenti), lahan WKP Bedugul itu bisa saja kembali ke pemerintah daerah," katanya.
DIANANTA P. SUMEDI