TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan mata uang Asia serta minimnya likuiditas dolar di pasar domestik membuat rupiah semakin melemah ke level 9.700.
Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah mengalami depresiasi 11 poin (0,11 persen) ke level 9.681 per dolar. Ini adalah pertama kalinya rupiah kembali ditutup di level 9.700 sejak 6 Februari 2013.
Kepala Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, mengatakan, pergerakan rupiah mulai melemah sejak data neraca pembayaran mengalami defisit. Sedangkan sentimen regional yang cenderung negatif ikut bebani rupiah. "Melemahnya mata uang regional terhadap dolar Amerika turut berimbas pada rupiah."
Setelah pertemuan negara-negara ekonomi G20 tidak memberi peringatan khusus mengenai perang mata uang, pelemahan mata uang Asia terus berlangsung sehingga berimbas pada rupiah. Negara-negara Asia, dengan dimotori Jepang, melemahkan mata uangnya dengan tujuan meningkatkan nilai ekspor.
Di sisi lain, likuiditas valuta asing, khususnya dolar, di pasar uang semakin terbatas. Sangat sulit mencari dolar dalam jumlah besar di dalam negeri karena investor masih enggan menjual dolarnya. "Pelaku pasar percaya dolar masih akan terus menguat," ujar Lana.
Walau permintaan stabil, suplai yang minim akan menggerus nilai tukar rupiah. Sedangkan Bank Indonesia (BI) pun secara bertahap mulai mengurangi intervensinya terhadap mata uang.
Dari regional, hingga pukul 17.00 WIB, dolar Amerika masih perkasa. Dolar Singapura ditransaksikan di 1,2388 per dolar AS, dolar Hong Kong 7,7548 per dolar AS, dan won 1.081,05 per dolar AS. Kemudian yuan 6,2445 per dolar AS dan ringgit 3,0995 per dolar AS.
M. AZHAR | PDAT