Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Zero Dark, Penyiksaan dan Perburuan dalam Gelap

Editor

Alia fathiyah

image-gnews
Poster film Zero Dark Thirty. boingboing.net
Poster film Zero Dark Thirty. boingboing.net
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - "Ada dua macam narasi tentang lokasi Usamah bin Ladin,” kata agen CIA, Maya (Jessica Chastain), di hadapan tim Navy Seals yang ditugasi dalam misi rahasia memburu Usamah bin Ladin. Menurut Maya, narasi pertama adalah pemimpin Al-Qaidah itu bersembunyi di gua-gua nun di daerah pelosok Pakistan yang dipagari oleh para pendekarnya yang sigap dan militan. Narasi kedua adalah bukan hanya teori, melainkan fakta yang dia yakini, “Bin Ladin berdiam di sebuah kompleks rumah di Abbottabad, mengoperasikan jaringan terorisnya yang berskala dunia.”

Ini diucapkan seorang agen perempuan bertubuh kecil, berambut merah panjang, bermulut mercon, dan bermata penuh keyakinan. Maya adalah nama samaran karena agen CIA sesungguhnya yang dijadikan model oleh sutradara Kathryn Bigelow kini masih bekerja dalam samaran.

Tapi film ini diklaim oleh sineasnya sebagai sebuah kisah nyata. Betulkah? Benarkah ini memang sebuah kisah nyata? Seberapa jauh ”lisensi sineas” bisa melar untuk sebuah dramatisasi film? Atau, sebaliknya, seberapa jauh apa yang ditayangkan dalam film ini memang mendekati kenyataan sehingga Amerika Serikat ternyata seolah-olah mengizinkan dia menggunakan penyiksaan sebagai medium mencari informasi?

Film ini dibuka dengan 45 menit adegan penyiksaan brutal yang berkepanjangan terhadap para tahanan. Tubuh dijungkalkan, disetrum, digerojokkan berliter air hingga mereka gelagapan, diikat dengan tali anjing, dan diseret bak binatang menuju peti kayu kecil tempat mereka dicemplungkan. Ini berlangsung berkali-kali dalam beberapa adegan. Sang interogator adalah agen CIA, Dan (Jason Clarke), sedangkan Maya ialah agen ”junior” yang mengobservasi dan menganalisis.

Para agen CIA lantas menyadari kebrutalan tak berbuah apa-apa. Justru saat diberi makan dan diajak berbincang dengan lebih ”beradab” (baca: tidak disiksa), tahanan mau membuka mulut tentang hal yang mereka ketahui.

Sebagai agen baru yang ditempatkan di ”black site”--titik hitam yang tersebar di berbagai penjuru dunia tempat Amerika menahan para tersangka teroris untuk penggalian informasi--Maya dianggap anak bawang. Selain CIA adalah ”klub lelaki”, institusi yang disorot ini adalah orang lapangan yang macho dan tempat otot berbicara. Maya perempuan kecil petite yang dianggap lebih layak duduk manis di balik komputer.

Perburuan Bin Ladin masih terus gagal. Atasan Maya cenderung menggali informasi tentang pengeboman berikutnya. Maya lebih mengejar hal terbesar yang selalu dianggap tak mungkin: Usamah bin Ladin. Ambisinya semakin bulat ketika serombongan kawannya, termasuk kawan dekatnya, terhajar bom bunuh diri ketika mereka dijebak dalam sebuah operasi tipuan.

Maya menyorot salah seorang ”kurir” Bin Ladin yang kelihatan begitu tak penting, tapi memegang peran sangat besar sebagai penyampai informasi. Bertahun-tahun dia mengajukan nama itu, tapi mental dan mental lagi. Bukan hanya karena dianggap tak penting, melainkan juga lantaran kurir itu dikabarkan sudah tewas. Jalan buntu. Maya baru mendapat titik terang ketika salah satu anggota staf analis menyampaikan bukti baru: sang kurir masih hidup. Mereka memang sembilan bersaudara dan tampak mirip.

Ketika akhirnya berhadapan dengan Kepala CIA (diperankan James Gandolfini, yang masih tambun tapi kini dengan kepala yang berambut), meski dia diatur agar berdiri di pojok tak penting saat pertemuan--agar ia kelihatan insignifikan--Maya menyatakan, ”Sayalah orang yang menemukan lokasi Usamah bin Ladin, Sir.”

Tegas, tanpa rasa gentar seolah-olah tubuh terdiri atas baja berurat kawat. Bung Direktur CIA terpana. Dia mengabulkan operasi itu. Bawahannya menjadi ciut. Maya ternyata punya hidung tajam.

Kathryn Bigelow dan penulis skenario Mark Boal tentu sudah memperhitungkan, menetapkan Maya sebagai tokoh utama film ini akan ada sebuah manfaat emosional tersendiri. Seorang perempuan di tengah gerombolan lelaki macho yang picik dan tidak sportif. Siapa yang tak akan membela dia? Maya sudah meraih simpati penonton sejak awal.

Jessica Chastain menampilkan sebuah ledakan dalam tubuh kecil Maya. Mata yang tajam, mulut yang pedas, serta kata-kata yang melecut dan mengancam atasannya yang selalu menolak proposalnya. Sepanjang film, Bigelow menjaga ketegangan dengan cerdik dan teliti. Kamera akan menyorot malam yang gelap dengan tenang, tapi dia akan menggunakan handheld saat menyorot kegiatan pasar yang sibuk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam adegan perburuan di Abbottabad, Bigelow mencoba serealistis mungkin. Tim Navy Seals masuk ke rumah Bin Ladin yang gelap total dan penembakan terjadi begitu saja. Kita, penonton, bahkan tak tahu di kamar mana dan saat sedang apa Usamah tertembak. Bigelow sengaja menyimpan kepastian itu untuk adegan akhir. Harus diakui, saat-saat akhir ketika konfirmasi mereka berhasil menaklukkan Bin Ladin, adegan Hollywood yang lazim dan klise adalah bendera Amerika yang berkibar atau musik genderang kemenangan. Bigelow justru memilih adegan Maya di dalam kesunyian.

Kathryn Bigelow tentu sudah menunjukkan jam terbangnya dalam film-film yang dianggap tema ”lelaki”, seperti Blue Steel (1990), Point Break (1991), dan K-19: Widowmaker (2002). Tapi namanya baru melejit di dunia internasional setelah film Hurt Locker, yang semula tidak terlalu terdengar, tapi membawanya sebagai Sutradara Terbaik dan filmnya sendiri meraih gelar Film Terbaik Academy Awards 2010.

Film Zero Dark Thirty adalah sebuah hal yang tak bisa terhindarkan bagi saya, kata Bigelow dalam sebuah wawancara. Dia tak lagi bisa kembali pada tema film yang nontematik. Setelah Hurt Locker, Bigelow merasa sudah membuka jendela baginya untuk menggarap film yang berhubungan dengan situasi sosial dan politik masa kini. Film ini melahirkan banyak kontroversi begitu ditayangkan karena persoalan sikap. Di satu pihak, 45 menit adegan penyiksaan yang brutal itu apakah sebuah pembenaran penyiksaan demi sebuah informasi? Atau seperti yang diklaim sutradara dan produser bahwa justru film ini menunjukkan brutalitas adalah teknik yang tak akan menghasilkan apa pun.

Pihak CIA dan para senator melayangkan surat protes kepada produser serta sineas film ini yang berisi sepenting-pentingnya ”lisensi sinematik” tapi menunjukkan adegan penyiksaan akan membuat penonton menyimpulkan bahwa metode itulah yang menyebabkan mereka mampu menemukan Usamah bin Ladin. Organisasi pendukung hak asasi manusia mengajukan protes boikot dan mengimbau anggota Academy tidak memilih film ini sebagai Film Terbaik Academy Awards (akan diumumkan pagi ini waktu Indonesia).

Terlepas dari serangkaian protes tersebut dan dengan tetap menghargai kebebasan berkreasi, film Zero Dark Thirty, tanpa disadari atau tidak, telah mengibarkan teknik penyiksaan sebagai sebuah cara yang ”disahkan” demi mendapatkan sebuah informasi. Film ini telah membuat penyiksaan, yang di awal pemerintahan Obama diucapkan sebagai sesuatu yang harus dihapus, menjadi glorifikasi kemenangan.

Dengan segala lisensi yang diberikan kepada seorang pencipta, ada hal-hal sensitif yang perlu dipikirkan berulang-kali: gambaran apa yang sesungguhnya hendak ditampilkan seorang pencipta dari seluruh narasi itu. Kalaupun Kathryn Bigelow justru ingin menunjukkan ”antikekerasan” atau ”antipenyiksaan” sebagai metode, pertanyaan penting yang perlu ditekankan: apakah benar dia membutuhkan 45 menit untuk adegan penyiksaan (meski disajikan secara sporadis)? Apakah dia menyadari adegan tersebut mengibarkan metode yang justru sedang dilawan dan harus dihapus dari kehidupan ini?

Dengan ketelitian penggarapan karakter Maya dan kecerdasan Bigelow memperhitungkan menit-menit pembangun ketegangan, sangat disayangkan dia telah meruntuhkan film ini dengan cacat yang cukup besar.

Zero Dark Thirty
Sutradara: Kathryn Bigelow
Skenario: Mark Boal
Pemain: Jessica Chastain, Jason Clarke, Joel Edgerton, Jennifer Ehle, Mark Strong, Kyle Chandler, Edgar Ramirez, James Gandolfini

LEILA S. CHUDORI   

Berita lain:
Life of Pi Sabet Dua Oscar

Argo Film Terbaik Oscar 2013

Lagi, Jennifer Lawrence Aktris Terbaik

Ang Lee Kalahkan Steven Spielberg di Oscar

Jessica Chastain Tak Yakin Raih Oscar

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Glenn Fredly The Movie: Momentum Setelah Opname hingga Pengisi Vokal dalam Film

11 jam lalu

Glenn Fredly The Movie. Dok. Poplicist Publicist
Glenn Fredly The Movie: Momentum Setelah Opname hingga Pengisi Vokal dalam Film

Film drama biopik Glenn Fredly The Movie mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia pada Kamis, 25 April 2024


Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

1 hari lalu

Ryan Gosling dalam film The Fall Guy. Dok. Universal Pictures
Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

The Fall Guy film aksi stuntman produksi Universal Pictures yang tayang di bioskop Indonesia, pada Rabu, 24 April 2024


Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

2 hari lalu

Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

Bambang Soesatyo mengungkapkan, keluarga besar FKPPI akan segera memproduksi atau syuting film "Anak Kolong".


Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

8 hari lalu

The Beatles. Foto: Instagram/@thebeatles
Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

Buku tentang The Beatles diluncurkan menjelang rilis ulang film Let It Be


Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

9 hari lalu

Cuplikan trailer Next Stop Paris, film hasil AI Generatif buatan TCL (Dok. Youtube)
Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

Produsen TV asal Cina, TCL, mengembangkan film romantis berbasis AI generatif.


7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

11 hari lalu

Poster film The Green Knight. Foto: Wikipedia.
7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

Film fantasi yang terinspirasi dari cerita legenda dan dongeng, ada The Green Knight.


8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

13 hari lalu

Mansion di film The Godfather (Paramount Picture)
8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

Untuk menemani liburan Idul Fitri, Anda bisa menonton deretan film terbaik sepanjang masa berdasarkan rating IMDb berikut ini.


Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

15 hari lalu

Aktor Christian Bale menghadiri pemutaran perdana film terbarunya, `Exodus:Gods and Kings` di Madrid, Spanyol, 4 Desember 2014. REUTERS
Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

Christian Bale menjadi monster Frankenstein dalam film The Bridge karya Maggie Gyllenhaal


7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

16 hari lalu

Film The Idea of You. (dok. Prime Video)
7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

Nicholas Galitzine adalah seorang aktor muda yang sedang melesat, Galitzine telah membuktikan dirinya sebagai salah satu bintang muda yang paling menjanjikan di industri hiburan.


Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

17 hari lalu

Babe Cabita. Foto: Instagram/@noah_site
Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

Selain terkenal sebagai komika, Babe Cabita juga pernah membintangi beberapa judul film, berikut di antaranya.