TEMPO.CO, Yogyakarta - Komandan Tim Search and Rescue Pantai Parangtritis, Ali Sutanto, berharap gagasan agar setiap pengunjung kawasan wisata Pantai Parangtritis menerima selebaran pemberitahuan bahaya berenang sembarangan segera terealisasi. Dia meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata segera merealisasikan usulan yang sudah pernah disampaikan sejak 2010 lalu ini. "Pemberian peringatan agar hati-hati dalam berenang di pantai bisa lebih efektif dan murah biayanya kalau pakai brosur selebaran," kata Ali kepada Tempo pada Minggu, 3 Maret 2013.
Menurut dia karakter Pantai Parangtritis mudah mengecoh pengunjung yang suka bermain air laut. Di kawasan Pantai dengan kondisi ombak tenang justru berbahaya karena di bawahnya sering ada pusaran ombak, yang biasa disebut palung, mengancam keselamatan pengunjung.
Baca Juga:
Kata Ali radius 200 meter ke kanan dan kiri palung merupakan kawasan berbahaya untuk renang. Posisi lokasi pusaran air pun berpindah-pindah dan paling lama semingguan lebih di satu posisi. "Kalau pas renang di posisi palung, alamat tak selamat karena lima menit saja pasti keseret," ujar dia.
Dia mengeluh hingga kini anggota Tim SAR Parangtritis harus selalu repot untuk mengingatkan pengunjung agar tak berenang terlalu jauh dari pantai di perairan Prangtritis yang sedang berombak agak tenang. Sayangnya, meski banyak sudah korban tenggelam, pengunjung suka tak menghiraukan himbauan itu.
Biasanya, perilaku pengungjung kebanyakan ialah suka ada yang jika disuruh hati-hati minggir, tapi setelah ditinggal anggota Tim SAR berenang menjauh dari pantai lagi. "Apalagi kalau hari libur, kami pasti harus sering-sering mondar-mandir," kata dia.
Ali menilai jika ada selebaran brosur yang menginformasikan potensi bahaya Pantai Parangtritis pasti efektif memberi edukasi tentang aktivitas yang aman di sekitar Pantai Parangtritis. "Biayanya juga murah dan memudahkan penjelasan," kata dia.
Peristiwa kecelakaan laut terakhir yang dialami pengunju Parangtritis, yakni, korban wisatawan dari Magelang dan Tawangmangu juga disebabkan karena kurang waspadanya pengunjung. "Korban dari Tawangmangu kemarin memang tidak sempat diingatkan karena mandi pas pagi hari, jadi saat sepi," kata dia.
Bahkan, turis asing pun sempat terseret. Pada Februari 2013 lalu, kata dia, ada enam pelajar dari Rusia yang mandi di kawasan timur Pantai Parangtritis, atau Pantai Parangendog. Kata Ali, tiga pelajar Rusia sempat terseret palung saat itu. "Kawasan ini berbahaya sekaligus banyak karangnya jadi agak menyulitkan proses evakuasi, mereka mungkin tak sadar bahanya disitu," ujar dia.
Untungnya, kata Ali, tiga warga Rusia tadi bisa diselematkan Tim SAR Pantai Parangtritis. Dua pelajar laki-laki selamat tanpa cedera dan satu pelajar perempuan sempat kritis sehari tapi segera kembali sehat. "Konsul Rusia berkali-kali bilang terima kasih," kata dia.
Sumaryati, satu dari delapan personel perempuan relawan Tim SAR Parangtritis, mengatakan banyak pengunjung memang suka tak mudah menaati himbauan agar berenang tak jauh dari pantai. Dia mengaku sering mewanti-wanti pengunjung dengan mengatakan sudah banyak korban sebelumnya, sehingga sebaiknya tak nekat meski jago renang. "Yang paling menjengkelkan, kita semprit agar tak menjauh ke tengah, malah dijawab dengan terikana offside, offside," ujar relawan yang sudah bertugas sejak 2006 itu.
Sugiyono, relawan SAR Parangtritis yang sudah aktif sejak 1987 lampau, mengatakan sikap pengunjung yang mengabaikan himbauan bahaya berenang di kawasan bahaya merupakan asam garam relawan sejak dulu. Dia mengaku malah pernah mau dituntut keluarga korban hanya gara-gara membawa dulu korban tenggelam ke tengah untuk menjauhi pusaran arus laut. "Mereka tak tahu itu metode penyelamatan saat evakuasi agar selamat dari jebakan pusaran laut, jadi maunya menjauh dari pusaran arus dikira memperlama evakuasi," kata Wakil Koordinator Bidang Operasi Tim SAR Parangtritis itu.
Saat ini, kata Sugiyono, peristiwa pengunjung tenggelam sudah menurun drastis sebab jumlah personel Tim SAR Parangtritis terus bertambah banyak sejak awal 2000-an. Saat dia pertama kali aktif, rekan sesama tim SAR hanya 10 orang. "Sekarang jumlah korbah jauh berkurang karena tenaga SAR yang mengingatkan ancaman bahaya jauh lebih banyak, dulu sekali terjadi bisa sampai puluhan yang terseret ombak," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM