TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kebijakan transportasi di Indonesia salah konsep dan bersifat kanibal. "Antar sektor saling makan. Misalnya, sektor penerbangan memangkas sektor laut dan darat," kata Tulus dalam diskusi "Masa Depan Transportasi Laut di Indonesia: Tantangan dan Harapan", di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2013.
Ia mengatakan, pertumbuhan sektor transportasi laut tidak sebanding dengan pertumbuhan transportasi udara atau darat. Tulus bahkan memprediksi industri maritim Indonesia akan berjalan di tempat. "Angkatan laut ke depan akan mati, tren ke arah sana sudah terlihat, kekuatan Indonesia sebagai negara maritim akan menyusut," katanya.
Tulus mengatakan konsumen mulai meninggalkan transportasi laut karena biaya yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan pesawat atau kereta api. Hal ini membingungkan karena konsumen transportasi laut merupakan kelas menengah ke bawah. Menurut Tulus, peningkatan biaya terjadi ketika masuk pelabuhan. "Konsumen harus mengeluarkan biaya lagi. Kami banyak menerima aduan mengenai pungutan resmi dan tidak resmi," katanya.
YLKI juga menerima aduan konsumen saat mau naik ke kapal. "Saat itu tidak ada trolley dan akhirnya memilih portir yang menawarkan tarif yang mahal," katanya. YLKI juga menerima keluhan konsumen mengenai jumlah kursi yang terbatas. Tulus mengatakan, jumlah penumpang ribuan tapi kursi yang tersedia tidak seimbang.
Direktur Operasional PT Pelni, Kapten Daniel Bangonan mengatakan, tanggung jawab PT Pelni hanya di lambung kapal. Saat penumpang menuju kapal sepenuhnya merupakan tanggung jawab pelabuhan. Ia mendesak pihak pelabuhan memperbaiki layanan pada konsumen.
Salah satunya adalah mengatur para portir agar tidak merugikan konsumen.
"Untuk menekan beban masyarakat yang tidak pantas, harus jelas siapa yang mengatur portir. Sekarang, jumlah penumpang 1000 tapi portir 200," katanya.
ANANDA TERESIA