TEMPO.CO, Yogyakarta - Ilmu pengetahuan alam mengenal stalaktit sebagai batu yang terbentuk dari tetesan air. Kandungan kapur pada air mengendap dan menempel di atap gua lalu membatu. Saban tahun batu itu tumbuh, memanjang dengan perkiraan 1 milimeter per sepuluh tahun.
Kini, bayangkan sebuah stalaktit dengan pangkal berdiameter 4 hingga 5 meter. "Entah berapa tepatnya, tapi ini pasti terbentuk sejak jutaan tahun lalu," kata Sumanto, seorang pemandu Gua Pindul, kepada Tempo, Jumat, 22 Maret 2013 lalu.
Baca Juga:
Terletak di Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, gua sepanjang 350 meter ini sebenarnya aliran sungai bawah tanah. Kedalamannya bervariasi; dari satu hingga sepuluh meter, dan terbagi dalam tiga zona; terang, remang, dan gelap. Dengan menaiki ban, pengunjung wajib didampingi pemandu. Mereka masuk dan keluar dari bibir gua yang berbeda.
Pengunjung bisa mendapati stalaktit "raksasa" itu setelah menyusuri separuh gua. Batu itu menembus permukaan air berkedalaman 10 meter. Warga lokal menyebutnya dengan sokoguru gunung alias tiangnya gunung. Ini lantaran bentuknya mirip pilar yang menyangga atap gua.
Padahal, menurut lelaki berusia 44 tahun itu, ujung batu belum menyentuh dasar sungai. Beberapa tahun lalu, seorang peneliti menyelam dan melaporkan ujung batu berjarak 5 meter dari dasar sungai. "Ini masih aktif dan terus memanjang," kata dia.
Ada sejumlah stalaktik di dalam gua, di antaranya berbentuk mirip bunga. Menurut dia, batuan ini terbentuk karena air tak sekadar menetes, tapi mengguyur. Selain itu, ada pula stalaktit yang telah menyatu dengan stalagmit hingga membentuk pilar. Jika stalaktit tergantung di atap gua, stalagmit tumbuh dari dasarnya. Batu ini terbentuk dari tetesan air di atasnya.
Selain itu, ada batu kristal. Sama halnya dengan stalaktit, batuan ini terbentuk dari tetesan air. Bedanya, endapan kapur bercampur dengan saripati air sehingga batu yang terbentuk menjadi bening. Saat terkena sorot lampu senter, batuan ini terlihat berkilau. Mungkin batuan ini disebut kristal.
Gua Pindul sekaligus menjadi rumah bagi beberapa jenis hewan. Burung sriti tinggal di zona remang dan kelelawar di zona gelap. Ribuan hewan itu tinggal di atap dan celah batu. "Ada dua jenis kelelawar, pemakan buah dan serangga," kata dia.
Dari Kota Yogyakarta, perjalanan ke Gua Pindul bisa ditempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 1 jam. Nama Pindul berasal dari kisah seorang bayi yang akan dibuang oleh utusan Panembahan Senopati. Saat akan dibuang, pipi bayi terbentur batu. Akhirnya gua itu diberi nama Pindul, "pipi kebendul".
Sepanjang perjalanan dari Yogya, tak banyak papan penunjuk arah menuju lokasi gua. Namun, jika Anda baru pertama kali datang ke Gunungkidul, di sepanjang jalan Anda akan mendapati banyak penyedia jasa pengantar ke lokasi. Mangkal di tepi jalan dengan menggunakan sepeda motor, biasanya mereka menawarkan jasanya dengan cuma-cuma alias gratis. "Para penunjuk jalan itu nanti mendapat bayaran dari operator," Sumanto menjelaskan.
Operator yang dimaksudnya adalah penyedia jasa pemandu masuk ke dalam gua. Di sekitar gua terdapat tiga operator. Layanan itu mendirikan pos di sekitar lokasi. Untuk menemani menyusuri gua, mereka menarik biaya sebesar Rp 30 ribu. Ongkos itu termasuk sewa pelampung dan ban.
ANANG ZAKARIA