TEMPO.CO, Surabaya-Tiga negara absen di hari pertama forum dialog Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013. Mereka yang tak hadir adalah delegasi dari Cina, Thailand, dan Hongkong. Dengan demikian, hanya 18 negara dengan jumlah delegasi 939 orang yang hadir dalam pertemuan membahas isu Counter Terrorism Task Force.
Deputi Bidang Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Harry Purwanto mengatakan ketiga negara itu tidak menyertakan alasan ketidakhadiran mereka. Tetapi ini hal biasa dalam pertemuan APEC. Para delegasi negara peserta memang tdak diwajibkan untuk datang maupun memberitahukan ketidakhadiran mereka. "Ada yang tidak datang itu biasa di APEC, tidak ada kewajiban. Ini sukarela saja," kata Harry pada wartawan di sela-sela pertemuan APEC di Hotel JW Marriott Surabaya, Minggu, 7 April 2013.
Walau absen, bukan berarti mereka tidak bisa berkontribusi. Sebab, ada intersection melalui dunia maya. Dalam setiap pembahasan di pertemuan APEC, nantinya akan dihasilkan konsensus atau kesepakatan dari seluruh negara peserta untuk menentukan rencana strategis APEC lima tahun ke depan. "Mereka yang tidak hadir dan tidak menyampaikan keberatan, kita anggap setuju," ujarnya.
Sementara ini, menurut Harry, negara Rusia yang paling kuat dalam pembahasan upaya menangkal terorisme. Kekuatan itu dilihat dari jumlah delegasi yang dikirimkan dari berbagai institusi baik kementerian luar negeri, intelijen hingga perdagangan.
Indonesia sendiri menargetkan mempunyai task force atau pasukan penangkal terorisme dari militer. Selama ini, hanya kepolisian yang memiliki detasemen khusus penanggulangan terorisme. Pembentukan satuan khusus itu akan didanai APBN.
"BNPT mencoba siapkan militer untuk terlibat dalam penanggulangan terorisme. Ada satuan detasemen khusus di masing-masing kesatuan," kata Harry. Untuk itu perlu ada prosedur standar operasional yang dirumuskan melalui APEC ini. Termasuk juga mempersiapkan infrastruktur seperti pelabuhan dan bandara.
Kendati tidak masuk dalam pembahasan CTTF APEC, Harry juga menyebutkan narkotic terrorism sebagai isu menarik. Terorisme jenis ini meliputi dua hal yaitu model Amerika Latin dan Asia atau Timur Tengah. Untuk Amerika Latin, kata Harry, terorisme biasanya digunakan oleh para kartel untuk menjalankan bisnisnya. Mereka menyerang alat-alat pemerintah sebagai pengambil kebijakan seperti hakim, polisi, dan jaksa.
"Biasanya antara teroris dan kartel ada jarak, tapi simbiosis mutualisme. Mereka menggunakan sumber tertutup," ujarnya. Sementara terorisme model Asia atau Timur Tengah umumnya berdasarkan ideologi. Karena kehabisan sumber dana, mereka pun menggunakan narkotika untuk mencari tambahan finansial. Peserta APEC menjadikan upaya pencegahan terorisme sejak dini sebagai prioritas.
AGITA SUKMA LISTYANTI