TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti radikalisme Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Muhammad Wildan, menilai Kota Surakarta sulit disebut sebagai kawasan radikal meski menjadi tempat banyak laskar dan organisasi muslim radikal bertumbuh.
Pakar terorisme ini mengatakan kelompok radikal di Solo sebenarnya minoritas, tapi bersuara dan mengekspresikan pendapatnya lebih keras daripada yang lainnya. "Hingga kini isu Perda Syariah tak pernah mendapat tempat di Solo," kata dia pada peluncuran buku tentang konservatisme Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis, 25 April 2013.
Baca Juga:
Indikator lain, katanya, popularitas pasangan Jokowi-FX Rudiatmo saat memimpin Surakarta. Keduanya tak didukung partai agama. Pada masa akhir Orde Baru indikasi itu tampak pada partai Islam seperti PPP yang berafiliasi dengan PDIP lewat gerakan Mega Bintang pada 1996.
Dia menjelaskan, kelompok radikal mencuat setelah Reformasi 1998 yang mengakhiri pemerintahan Soeharto. "Reformasi memberi peluang, banyak kelompok radikal kecil yang sebelumnya diam bersuara lebih lantang sehingga lebih sering didengar," ujar Muhammad.
Pada acara yang sama, indonesianis asal Belanda, Martin Van Bruinessen, menilai selepas Orde Baru bubar, popularitas wacana Islam oleh pemikir liberal dan moderat memudar. Tokoh seperti Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid jarang muncul dan terganti dengan tokoh agama spiritualis atau konservatif.
"Di masa Orde Baru, pemikir muslim liberal lebih berani bicara, sementara yang konservatif diam," ujar dia. Sekarang terbalik, "Pasca Orde Baru, kelompok konservatif yang sebenarnya tak banyak, bersuara lebih keras memanfaatkan era keterbukaan."
Menurut van Bruinessen, era demokrasi memberi tantangan lebih besar kepada kelompok muslim liberal dan moderat untuk mampu menguasai ruang publik. Pertarungan wacana seperti itu bisa mempengaruhi peran organisasi muslim ataupun partai politik Islam dalam penguatan demokrasi. “Meski PKS diidentifikasi konservatif, pada awal Reformasi (PKS) menjadi satu-satunya partai yang menawarkan program jelas sehingga memberi kontribusi pada perbaikan demokrasi,” ujarnya.
Nahdlatul Ulama dikritik tak demokratis, tapi menjelang reformasi banyak anak muda NU menjadi aktivis LSM yang menyiapkan masyarakat menghadapi era keterbukaan. "Proses transisi demokrasi selama 15 tahun di Indonesia hasilnya luar biasa, kontribusi ormas dan partai Islam besar sekali," kata van Bruinessen.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Topik Terhangat:
Caleg | Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya
Berita Terpopuler:
Susno Berlindung di Ruang Kerja Kapolda Jabar
Alasan Atlet Risa Suseanty Tolak Santunan Lion Air
Eksekusi Susno Semalam, Kajati 'Lempar Handuk'
Susno Keluar dari Markas Polda Tengah Malam
Suap Daging, Luthfi Hasan Dijanjikan Rp 40 Miliar