TEMPO.CO, Jakarta- Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Muhammad Nasir, mengatakan dua konsorsium yang memenangkan tender pembangunan jalur bawah tanah proyek mass rapid transit (MRT) merupakan penawar termurah dalam lelang pembangunan proyek MRT.
Menurut Nasir, kedua konsorsium itu paling sesuai dengan kualifikasi yang disyaratkan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) selaku lembaga pemberi pinjaman.
Dua konsorsium pemenang tender adalah Shimizu-Obayashi-Jaya Konstruksi-Wijaya Karya Joint Venture yang memenangkan dua paket pembangunan sepanjang 3,891 kilometer, dan Sumitomo Mitsui- Hutama Karya Joint Operation yang memenangkan paket pembangunan sepanjang 2,021 kilometer.
“Mereka mengajukan penawaran termurah dan paling cocok dengan kualifikasi yang diberikan JICA,” ujar Nasir, Kamis, 2 Mei 2013. Pembangunan jalur bawah tanah itu ditargetkan rampung dan sudah bisa beroperasi pada 2017. “Target penyelesaiannya berjalan simultan dengan pembangunan jalur layang,” katanya.
Adapun teknologi dan konsep pembangunan sangat terikat dengan ketentuan dari JICA selaku pemberi pinjaman. “Karena ini tight loan, jadi keputusannya sangat tergantung dengan JICA. Soalnya kita mendapat pinjaman jangka panjang dengan bunga rendah,” kata dia.
Usai pengumuman pemenang hari ini, PT MRT Jakarta akan menyiapkan letter of acceptance untuk para pemenang tender, baru melakukan penandatangan kontrak. “Penandatanganan kontraknya paling lambat akhir Mei,” kata Nasir. Setelah itu kontraktor wajib membuat detailed engineering design pembangunan jalur bawah. Setelah itu barulah kontraktor bisa menagih uang muka untuk memulai konstruksi.
Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengatakan sudah tak ada persoalan administrasi yang mengganjal proyek MRT. “Secara umum sudah beres,” kata Tuhiyat. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang menjadi syarat pencairan dana hibah pemerintah pusat juga sudah ditandatangani oleh Gubernur Joko Widodo.
Berdasarkan persyaratan dari JICA, konsorsium yang mengikuti proses tender memang harus terdiri dari perusahaan Jepang dan perusahaan Indonesia maupun negara lain. Namun mayoritas sahamnya, lebih dari 50 persen, harus dimiliki satu atau gabungan perusahaan Jepang dalam konsorsium.
ANGGRITA DESYANI