TEMPO.CO, Jakarta- Peluncuran pembangunan dan pengumuman pemenang tender mass rapid transit (MRT) di Bundaran Hotel Indonesia diwarnai aksi protes para pedagang dan warga sekitar Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Mereka menolak pembangunan MRT layang dan meminta agar dialihkan menjadi MRT bawah tanah.
“Kami menolak pembangunan MRT layang, karena nanti jadi macet dan kumuh," kata Lieus Sungkharisma, warga Jalan Fatmawati yang tergabung dalam Masyarakat Peduli MRT di Bundaran Hotel Indonesia, Kamis, 2 Mei 2013.
Pembangunan MRT layang pada ruas Lebak Bulus-Sisingamangaraja yang menghubungkan Jalan Fatmawati-Panglima Polim-Blok M-Sisingamangaraja, kata dia, dikhawatirkan akan membuat pertokoan dan permukiman warga menjadi kumuh, kotor, bising, dan tak aman.
Mereka juga memprediksi MRT layang bakal membuat anjlok pendapatan usaha para pebisnis. Karena selama pembangunan, diperkirakan akan terjadi pengalihan arus lalu-lintas dari Jalan Fatmawati ke jalan lain.
Mereka khawatir proyek pembangunan akan mengurangi resapan air dan menimbulkan banjir di Jakarta Selatan. "Tidak ada AMDAL (analisis mengenai dampak lalu lintas) dalam proyek ini," ujar Lieus.
Mereka menegaskan akan terus melakukan aksi protesnya hingga tuntutannya dipenuhi. Hari ini, sekitar 850 warga berkonvoi dan menggelar aksi penolakan di pelataran Ruko Kenari Jaya, Jalan Fatmawati.
RUCITRA DEASY FADILA