TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memberikan dana kompensasi berupa Bantuan Langsung Tunai atas kenaikan harga BBM bersubsidi menuai kecurigaan kalangan politikus. Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Dolfie O.F. Palit menilai pemerintah menggunakan kedok pengentasan kemiskinan untuk menutupi kesalahannya.
Penanganan kemiskinan tidak harus menunggu kenaikan harga BBM bersubsidi. "Itu adalah tugas pemerintah setiap tahun," katanya kepada Tempo, Kamis, 2 Mei 2013.
Politikus PDI Perjuangan itu khawatir pengucuran BLT digunakan untuk kepentingan politik yaitu menggalang dukungan masyarakat menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden tahun depan.
Alih-alih menaikkan harga BBM, Dolfie meminta pemerintah menghemat anggaran belanja. Setiap tahun sekitar Rp 50 triliun anggaran belanja negara tidak terserap. Jumlah ini lebih kecil ketimbang subsidi yang bisa dihemat pemerintah dari kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 30 triliun. Penghematan inilah yang akan diusulkan pemerintah untuk anggaran BLT.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan pemerintah memberikan BLT kepada masyarakat miskin yang terkena dampak kenaikan BBM. "Ada kompensasi tunai, dan kebijakan itu satu paket dengan penyesuaian harga BBM," katanya.
Besaran yang dikucurkan disesuaikan dengan kenaikan harga BBM. Semakin tinggi kenaikannya, kompensasi yang diberikan akan semakin besar. Ketua Umum Partai Amanah Nasional itu beralasan, kenaikan harga BBM menggerus daya beli masyarakat.
Usulan dana kompensasi akan diajukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Perubahan. Menurut Hatta, usulan akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat, pertengahan bulan ini. "Paling lambat pada minggu kedua Mei akan diserahkan kepada DPR," katanya.
SUNDARI