TEMPO.CO, Jakarta - Wiji Thukul adalah penyair yang terkenal menciptakan slogan "Satu Kata: Lawan!" yang ia cuplik dari kalimat terakhir puisinya yang berjudul "Peringatan". Namun tidak banyak yang tahu bahwa kalimat itu tidak murni ide Wiji Thukul.
Thukul terpengaruh oleh sebuah puisi berjudul "Sumpah Bambu Runcing" yang dibuat Pardi, temannya di teater Jagat. Berikut cuplikan frasa terakhir puisi Sumpah Bambu Runcing:
...Ini penindasan yang tidak boleh kita biarkan
Tapi jika bambu runcing kita hancur luluh
Terbakar api senjata musuh
Pada kita masih ada satu kata: LAWAN !"
Puisi yang berkisah tentang semangat perjuangan melawan Belanda itu dibuat Pardi satu tahun sebelum Thukul membuat puisi "Peringatan" pada 1986. Pada sajak Pardi, kalimat Hanya satu kata: lawan, yang digunakan untuk sebuah sajak mengenai perjuangan melawan Belanda, oleh Thukul diambil alih untuk perjuangan buruh.
Pardi yang sehari-hari berkerja sebagai tukang kebun itu dulu memang kerap bersama Thukul menulis puisi selama di teater Jagat. Menurut Pardi, meski ada kata yang sama namun tema dan ide kedua puisi itu berbeda. Kesamaan penggunaan kata itu, lanjutnya, adalah hal yang wajar terjadi karena memang mereka berdua sering berinteraksi. “Sebagai sesama seniman, kami saling mempengaruhi, itu wajar," kata Pardi saat ditemui di rumahnya.
Kedekatan Thukul dan Pardi itu juga dibenarkan oleh “Eyang” Hartono, mantan anggota teater Jagat. "Di Jagat, Thukul memang paling dekat dengan Pardi. Pardi orang yang paling mempengaruhi kata-kata dan diksi puisi Thukul," katanya.
Baca selengkapnya Edisi Khusus Teka-teki Wiji Thukul, Tragedi Seorang Penyair di sini
TEMPO
Topik Terhangat
Teroris | Edsus FANS BOLA | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Berita terpopuler:
Pengamat Hukum: PKS Tidak Salah
Kisah Buruh Panci yang Kabur dan Ditangkap Tentara
Angkringan Tak Sehat Sumber Penularan Hepatitis A
Ratusan Penumpang Citilink Mengamuk di Adisutjipto