TEMPO.CO, Jakarta - Menguatnya posisi dolar di pasar domestik maupun luar negeri membuat nilai tukar rupiah semakin merosot.
Di transaksi pasar uang, Rabu, 15 Mei 2013 ini, rupiah melemah 11 poin (0,11 persen) ke level 9.748 per dolar Amerika Serikat (AS). Di pasar spot, rupiah bahkan sempat ditransaksikan di kisaran 9.750 per dolar AS.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Albertus Christian, mengatakan menguatnya mata uang dolar AS di pasar global membuat tekanan terhadap rupiah di pasar domestik semakin meningkat. "Imbasnya, rupiah terkena efek pelemahan yang cukup besar."
Penguatan dolar di pasar global dipicu oleh menguatnya data-data Amerika yang cukup positif belakangan, khususnya di sektor konsumsi (ritel) dan sektor tenaga kerja. Membaiknya perekonomian ditangkap oleh investor sebagai sinyal bahwa stimulus moneter Bank Sentral tidak lama lagi akan dihentikan.
Kepala Bank Sentral Amerika (The Fed), Ben Bernanke, telah menegaskan bahwa pihaknya akan mengurangi program pembelian obligasi dan aset beragunan senilai Rp 85 miliar per bulan apabila data tenaga kerja sudah membaik. "Investor khawatir bank sentral akan mengakhiri program pelonggaran kuantitatifnya (QE3) di kuartal keempat 2013," kata Albertus.
Dari dalam negeri, rupiah terbebani kondisi neraca berjalan kuartal pertama 2013 yang masih mengalami defisit 2,4 persen dari PDB. Meski membaik dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar 3,5 persen, defisit dapat menggerus cadangan devisa karena transaksi yang masuk lebih tinggi dari transaksi keluar.
Masalah defisit neraca berjalan mungkin akan teratasi dengan adanya pengurangan subsidi BBM dalam waktu dekat. Di tahun 2012, subsidi BBM telah menyumbang defisit anggaran senilai Rp 200 triliun.
Hingga pukul 17.35 WIB, mata uang euro ditransaksikan di US$ 1,2880, poundsterling di US$ 1,5224, dan yen 102,70 per dolar AS. Dari Asia, dolar Singapura ditransaksikan di 1,2467 per dolar AS, dolar Hongkong 7,7616 per dolar AS, won 1.114,76 per dolar AS, dan yuan 6,1461 per dolar AS.
PDAT | M. AZHAR