TEMPO.CO, Jakarta - Belum pulihnya tekanan dolar di pasar dalam negeri serta tekanan jual investor asing di pasar saham membuat pergerakan rupiah semakin melemah.
Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah melemah tajam 35 poin (0,36) ke level 9.860 per dolar Amerika Serikat. Ini merupakan level terendah sejak September 2009.
Ekonom Bank Danamon, Dian Ayu Yustina, mengatakan dinamika pergerakan rupiah yang melemah masih akan bertahan dalam beberapa waktu ke depan. "Belum pastinya program stimulus Bank Sentral Amerika (The Fed) masih menjadi penyebab kehati-hatian investor."
Ketidakpastian stimulus The Fed menjadi faktor dominan yang mendorong aksi jual asing dan permintaan dolar yang tinggi di pasar uang. Hal itu lantaran likuiditas yang mengalir ke pasar berkembang akan berkurang apabila stimulus The Fed senilai US$ 85 miliar per bulan dihentikan.
Meski demikian, upaya Bank Indonesia dalam menahan pelemahan rupiah patut diapresiasi. Kenaikan suku bunga fasilitas deposit (FasBI) sebesar 25 basis poin ke level 4,25 persen cukup berdampak positif meredam pelemahan rupiah di pasar Singapura.
Kontrak rupiah kini diperdagangkan di level 10.173, atau menguat 1,1 persen dibanding nilai kontrak hari sebelumnya di level 10.412. "Kebijakan tersebut menandakan bank sentral ingin menjaga rupiah dengan menyerap sebanyak mungkin kelebihan uang yang beredar," kata Dian.
Untuk jangka panjang, potensi penguatan rupiah akan terjadi apabila permintaan dolar mulai berkurang. Hal itu masih menunggu perbaikan dari sisi fiskal serta berakhirnya siklus pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo.
PDAT | MEGEL JEKSON
Berita Lainnya:
Hidayat Nur Wahid: PKS Memang Main di Dua Kaki
Laris Manis Lelang Barang Gratifikasi di KPK
Dolar Tembus Rp 10.000, BI Guyur US$ 100 Juta/Hari
Jokowi Ganti Dua Direktur RSUD
Apa Saja Kelebihan iOS 7?