TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 6 persen dinilai tidak berpengaruh signifikan bagi pasar finansial.
Di pasar modal, dampak kenaikan suku bunga tidak berpengaruh secara jangka pendek. Analis dari PT BNI Securities, Thendra Crisnanda, mengatakan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin tidak signifikan dan sudah diantisipasi oleh pasar. "Kenaikan sebesar 100 basis poin baru akan berdampak pada pasar."
Menurut Thendra, kenaikan ini lebih kepada upaya BI menambah kepercayaan investor terhadap rupiah serta ekspektasi terhadap kenaikan inflasi. Hal yang paling ditunggu investor justru kepastian kenaikan harga BBM yang telah tertunda sekian lama.
Meski demikian, ia mengakui secara jangka panjang kenaikan BI rate akan mempengaruhi pergerakan harga saham properti dan perbankan karena terkait dengan kredit. "Itu pun hanya sementara karena investor tetap akan mengoleksi saham-saham tersebut karena fundamentalnya masih bagus."
Head of Treasury Research Bank BNI, Nurul Eti Nurbaeti, mengatakan pasar tak terlalu terkejut dengan kenaikan suku bunga. Apabila dimaksudkan untuk mendorong nilai tukar rupiah, ekspektasi itu sudah didiskon pada hari sebelumnya lewat kenaikan suku bunga fasilitas deposito (FasBI rate) ke level 4,25 persen. “Rupiah masih sulit menguat dan tetap duduk di posisi 9.800 hingga 9.900 per dolar,” kata dia.
Menurut Nurul, rupiah baru akan terasa perubahannya apabila BI melakukan penyesuaian FasBI rate secara bertahap, baru diiringi dengan kenaikan suku bunga. "Pelaku pasar berharap rentang jarak FasBi rate dengan BI rate tak terlalu lebar, idealnya 100 poin."
Analis dari PT Harvest International Futures, Ibrahim, mengatakan naiknya suku bunga acuan tak langsung meredakan tekanan terhadap rupiah. Semestinya kebijakan ini diambil sejak lama ketika inflasi mulai meningkat. “Rupiah sudah terlalu melemah sehingga naiknya BI rate tidak banyak artinya."
Rupiah justru lebih membutuhkan kepastian kenaikan harga BBM sehingga defisit anggaran dan defisit perdagangan bisa berkurang. Tarik ulur kenaikan BBM telah melahirkan ketidakpastian. "Tekanan ini membuat pasar begitu hati-hati merespons kebijakan apapun dari pemerintah, termasuk kenaikan BI rate," ujar dia.
PDAT | M. AZHAR | MEGEL JEKSON