TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta- Sejumlah jurnalis berpakaian ala keraton atau pakaian peranakan (untuk laki-laki) dengan harapan bisa meliput prosesi lamaran GRA Nurabra Juwita, puteri keempat Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Abra dilamar Angger Pribadi Prabowo, diplomat yang bekerja di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, Kamis 20 Juni 2013.
Mereka mengenakan pakaian adat keraton karena sehari sebelum lamaran ada pemberitahuan bahwa jurnalis laki harus berpakaian ala keraton, dan berkebaya. Ternyata, calon mempelai tak menghendaki jurnalis meliput lamaran itu. “Sial” menimpa sejumlah wartawan. Seorang di antaranya adalah jurnalis Harian Jogja, Abdul Hamied Razak.
Ia berada di lokasi sebelum rombongan keluarga Angger, calon menantu Sultan tiba di Keraton Kilen. Ia berdiri bersama sejumlah panitia lamaran di Keraton Kilen. “Panitia bilang kalau ini permintaan kedua pasangan. Mereka ingin acaranya berlangsung privat,” kata Hamied.
Aangger bertemu dengan keluarga inti Sultan dalam prosesi lamaran, yang berlangsung sekitar satu setengah jam. Adik tiri Sultan, Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo dan Gusti Kanjeng Ratu Bendara atau Jeng Reni menemani pasangan saat jumpa pers.
Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo mengatakan prosesi lamaran diawali dengan kedatangan calon besan atau keluarga calon suami. Keluarga calon suami kemudian menyampaikan maksud kedatangan. “Mereka nyaosi (memberikan) surat lamaran langsung kepada Sultan. Surat itu akan segera kami jawab,” kata dia di Keraton Kilen, Kamis, 20 Juni 2013.
Gusti Kanjeng Ratu Bendara atau Jeng Reni menyebutkan surat lamaran tidak langsung dijawab karena mengikuti adat keraton. Dengan begitu, keluarga keraton belum menentukan tanggal pernikahan kakaknya. “Tunggu surat dijawab dulu,” kata dia.
Angger Pribadi Prabowo mengatakan pertama kali bertemu GRA Nurabra Juwita atau Abra dalam pertemuan alumnus SMA Negeri 3 Yogyakarta. Abra adik kelas Angger dan umurnya terpaut 10 tahun. “Kebetulan ibu saya berteman dengan ibunya jeng Abra,” katanya.
Angger kini bekerja sebagai staf Biro Manajemen Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia kini tinggal di New York. Angger putra Kolonel Kavelari (Purnawirawan) Sigim Mahmud. Putra pertama dari tiga bersaudara ini lahir di Kudus, Jawa Tengah. Keluarganya tinggal perumahan tentara, Demak Ijo, Yogyakarta pada 1992. Angger mengaku dekat dengan keluarga Abra.
Angger dan Abra mulai berkenalan dekat di New York pada 2012. Pada waktu itu, Abra sedang mengikuti pelatihan. Angger kuliah di Jurusan Ekonomi Pembangunan sebuah universitas di Washington, Amerika Serikat. Sedangkan, Abra kuliah di New Jersey. Abra waktu itu diantar kerabat keraton. “Waktu itu saya dititipi kanjeng ratu. Saya disuruh jemput Abra untuk berangkat ke sekolah,” katanya.
Sewaktu di New York, mereka menyempatkan diri jalan-jalan di New York. Mereka mengunjungi tempat wisata, seperti Central Park, Empire State Building, patung Liberty . “Sewaktu di Empire State Building kami sempat telantar. Kami menunggu di emperan sampai malam. Ada foto saat kita telantar,” katanya.
Selain mengunjungi tempat wisata, mereka juga menyempatkan diri melihat konser musik panthom of opera selama dua jam. “Kebetulan kami sama-sama suka musik. Seting panggung dan lampunya sangat dramatis,” kenang dia.
Abra mengatakan pertemuan di New York memberi kesan baginya. Di New York, ia mengaku baru berteman dengan Angger. Abra saat itu mengambil kuliah Strata satu jurusan Komputer. “Seru waktu itu. Yang jelas saya baru sekali itu pergi jauh. Dia nungguin saya datang,” katanya.
Abra mengatakan akan melanjutkan sekolah terlebih dahulu di Amerika Serikat. Ia rencananya akan mengambil master of business of administration. “Kami berdua saat ini sibuk mengejar karier. Saya fokus tes untuk master of business of administration. Semua ada waktunya,” katanya.
SHINTA MAHARANI