TEMPO.CO , Jakarta:Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan, saat ini tim dari Environmental Protect Agency (EPA) Amerika Serikat tengah berada di Indonesia untuk mengkaji kelayakan kelapa sawit dan karet sebagai produk ramah lingkungan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). "Sekarang mereka di sini, akhir Juli diharapkan sikap mereka sudah keluar," ujarnya, Senin 24 Juni 2013.
Gita menyatakan bahwa Indonesia berkepentingan untuk meloloskan pengakuan produk kelapa sawit dimasukkan dalam kategori produk ramah lingkungan pada pertemuan pemimpin APEC di Bali pada awal Oktober tahun ini. Hanya saja, pengakuan kelapa sawit sebagai produk pertanian yang ramah lingkungan selama ini masih terkendala di Environmental Protect Agency (EPA) di Amerika Serikat.
Alasannya, EPA menilai kapasitas Indonesia dalam mereduksi karbon dari perkebunan kelapa sawit dan karet pada 2020 hanya 7 persen, padahal standar minimalnya 20 persen. Padahal, menurut analisis timnya, Gita berani mengklaim bahwa reduksi emisi karbon bisa lebih dari 30 persen.
Awal Juni lalu, Gita bertemu dengan pimpinan EPA di Washington dan menyampaikan usulan agar dilakukan kajian lebih dalam mengenai produk kelapa sawit yang belum mendapat pengakuan sebagai produk ramah lingkungan itu. Setelah sempat terkendala pemotongan anggaran oleh Pemerintah Amerika Serikat, akhirnya sebuah tim dapat diberangkatkan untuk penelitian mengenai produk kelapa sawit itu. "Mudah-mudahan berdasarkan data empiris dari kami dan mereka, bisa mengambil keputusan yang menyenangkan," ujar Gita.
Apabila kelapa sawit berhasil mendapat pengakuan EPA sebagai produk ramah lingkungan, akan dikenakan tarif masuk tak lebih dari 5 persen mulai 2015. Tapi, lebih dari itu, jika kelapa sawit dan karet masuk dalam daftar produk ramah lingkungan, maka tak ada lagi alasan untuk neara-negara maju menolak komoditas unggulan ekspor Indonesia ini.
Penilaian EPA dinilai penting, sebab lembaga ini sangat dihormati di seluruh dunia. Amerika Serikat sendiri selama ini dinilai tertutup terhadap kelapa sawit, karena bisa menyaingi produk mereka seperti minyak bunga matahari dan kedelai. "Kalau Amerika mengakui produk seperti kelapa sawit itu sebagai produk ramah lingkungan, kemungkinan besar negara lainnya seperti Uni Eropa, Jepang, Australia, dan China tidak akan memberikan halangan," kata Gita.
PINGIT ARIA
Topik Terhangat
Razia Bobotoh Persib | Puncak HUT Jakarta | Penyaluran BLSM
Baca Juga:
Faktor Pemenang Ridwan Kamil di Pilkada Bandung
4 Sebab Popularitas Jokowi Melebihi Prabowo & Mega
Penumpang Mobil Pelat B Tewas Dilempar Batu
Arsenal Sodorkan Kontrak Kepada 'Tukang Pos'
Luthfi Beli Mobil dan Rumah Rp 1 Miliar dari Hilmi