TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) Ladjiman Damanik menyatakan ada tiga hal yang menghambat investasi di sektor pertambangan di Indonesia. Ketiga aspek ini adalah aspek hukum, infrastruktur dan pendanaan untuk sektor tambang.
"Pertama soal aspek legal ini birokrasi antara pemerintah pusat dan daerah tidak pernah cocok dengan adanya euforia otonomi daerah," kata Ladjiman ketika dihubungi Tempo, Minggu malam, 30 Juni 2013.
Ladjiman mencontohkan tidak ada koordinasi pemerintah daerah dengan pusat terkait penerbitan izin usaha pertambangan (IUP). Tak adanya sinkronisasi ini menurut Ladjiman membuat pemerintah pusat akhirnya melakukan verifikasi clean and clear IUP.
Selain itu, Ladjiman mengatakan sumber daya manusia untuk sektor pertambangan di pemerintah kabupaten masih sangat minim. "Bayangkan, di daerah itu kepala dinas pertambangan ada yang sarjana agama, sarjana pendidikan. Jadi kalau ada investor asing masuk untuk mengurus surat izin, mereka (dinas pertambangan) tidak bisa menyampaikan koordinat batas wilayah pertambangan," kata Ladjiman.
Aspek ke dua, menurut Ladjiman terkait infrastruktur yang masih sangat terbatas. Dia mengeluhkan di tengah dorongan pemerintah agar tak ada lagi ekspor bahan mentah, belum ada perencanaan jelas terkait penyediaan listrik untuk smelter. Selain itu perlu juga dipertimbangkan infrastruktur logistik seperti pelabuhan untuk smelter. "Perlu ada pelabuhan terpadu untuk melayani smelter ini," katanya.
Terakhir, kata Ladjiman, adalah keterbatasan akses pendanaan masih menjadi kendala dalam investasi pertambangan. Pasalnya, perbankan di Indonesia belum familiar untuk mendanai sektor pertambangan.
Dia berharap pemerintah membuat terobosan, misalnya dengan menerapkan pola inti dan plasma untuk smelter. "Pemerintah membantu dengan meminta BUMN membangun smelter. Nanti BUMN bersifat sebagai perusahaan inti dan pemegang IUP menjadi plasmanya. Soalnya investasi smelter ini luar biasa besar," kata Ladjiman.
Ladjiman juga mengharapkan agar dana bea keluar mineral sebesar 20 persen juga dimanfaatkan untuk memperbaiki infrastruktur. "Kami kan sudah membayar bea keluar cukup besar 20 persen. Idealnya ini dipakai untuk membangun pembangkit listrik dan pelabuhan untuk smelter. Masa semua harus didanai oleh swasta?" kata Ladjiman.
BERNADETTE CHRISTINA
Topik Terhangat
Ribut Kabut Asap |PKS Didepak?| Persija vs Persib |Penyaluran BLSM |Eksekutor Cebongan
Baca Juga:
Diego Maradona Emoh Tampil di Dahsyat
Ini Wasit Final Piala Konfederasi 2013
Jokowi dan Megawati Terpukau dengan Ariah