TEMPO.CO, Bandung - Penyakit Filariasis Kronis atau dikenal dengan penyakit kaki gajah kini bisa disembuhkan oleh metode laserpuntur. Hal itu dikemukakan pada sidang promosi doktor Ambar Sulianti, seorang peneliti penyakit kaki gajah, di hadapan jajaran petinggi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
"Pengobatan kaki gajah yang ada hanya untuk membunuh parasit cacing filarianya saja. Belum ada metode yang berhasil. Operasi pun biasanya mengalami kegagalan" ujar Ambar, Senin, 1 Juli 2013.
Selama dua bulan, empat kali dalam satu minggu, Ambar melakukan penelitian pada 10 orang penderita kaki gajah. Ia mengaku memperoleh hasil yang signifikan dibandingkan dengan metode penyembuhan yang lama. "Ditemukan penurunan volume limfedema (Cairan pada penyakit kaki gajah) sebesar 819,50 mili liter," ujar dia.
Metode yang lama, Ambar melanjutkan, biasanya hanya mampu mengurangi limfedema sebesar 104,5 mili liter.
Sementara cara kerja yang Ambar lakukan dalam penilitiannya adalah menggunakan alat LDR (Laser Dosisi Rendah), yang disebar di delapan titik akupuntur. Menurut Ambar, metode yang dilakukannya adalah metode yang belum pernah dilakukan spesialis lainnya.
Penyakit itu, menurut Ambar, disebabkan oleh cacing filaria yang masuk kedalam tubuh manusia, melalui gigitan nyamuk. "Sebanyak 31 dari 33 Provinsi di Indonesia berpotensi mengalami penyakit kaki gajah" kata dia.
Adapun ketika ditanya mengenai potensi penyakit itu di Provinsi Jawa Barat, dia mengatakan, 10 dari 25 kabupaten dan kota di Jawa Barat berpotensi mengalaminya.
Selain itu, dia juga menjelaskan mengenai salahnya metode pengukuran pengembangan penyakit kaki gajah pada tubuh manusia.
Seharusnya, Ambar berkomentar, pengembangan penyakit kaki gajah, tidak bisa diukur berdasarkan besarnya bengkak yang penderita alami. "Sebaiknya diukur dengan Metua (Metode Tumpahan Air)" katanya.
Cara kerja Metua adalah dengan memasukkan kaki yang bengkak ke dalam ember yang dipenuhi air, hingga air yang tumpah akan ditimbang untuk mendapat ukuran bengkak kaki yang sebenarnya.
Namun, walaupun akhirnya hasil penelitian Ambar disetujui oleh jajaran petinggi FK-Unpad, dirinya masih mengalami kendala dalam mengaplikasian metode itu di lingkungan masyarakat.
"Selain mencoba mensosialisasikan metode ini, saya mencoba menawarkannya pada pemegang kebijakan, walaupun ditolak karena saya tak punya rekomendasi" ujarnya.
Dia melanjutkan, "Gimana mau punya rekomendasi, saya kan yang pertama mengenalkan metode ini" ujar Ambar kepada Tempo.
PERSIANA GALIH