TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Soemantri Brodjonegoro, mengatakan pemerintah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pengahasilan (PPh) untuk buku impor non-fiksi. Pembebasan pajak merupakan insentif untuk mendukung dunia pendidikan. "Mulai dari tahap ini dulu," kata dia di kantor Kementerian Keuangan, Selasa malam, 30 Juli 2013.
Insentif pajak tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Saat ini, aturan itu sudah memasuki proses penyelesaian administrasi. "Kalau kena 5 persen untuk beli buku, lumayan kan, pembebasan akan diberikan ke importir, siapa pun," ujarnya.
Selama ini Kementerian Keuangan hanya membebaskan PPN untuk buku pelajaran sekolah dan perguruan tinggi, serta kitab suci. Buku-buku di luar kategori itu tetap dikenakan pajak PPN.
Ketua Panitia Jakarta Book Fair 2012, Hikmat Kurnia, mengatakan jumlah terbitan buku tergolong rendah di Indonesia. Jumlahnya hanya mencapai 18 ribu judul buku per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah ketimbang Jepang (40 ribu), India (60 ribu), dan Cina (140 ribu).
Jumlah produksi buku Indonesia hanya setara dengan Vietnam dan Malaysia. Namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dua negara itu, produktivitas Indonesia tergolong paling bawah.
ANGGA SUKMA WIJAYA | AKBAR
Terpopuler:
Joe Taslim Pindah Agama Demi Cinta
Berseteru dengan Ahok, Haji Lulung Pergi Umrah
Bang Ucu: PKL Bongkar Sendiri atau Saya Bakar
Briptu Rani Resmi Dipecat Polda Jawa Timur
SBY ke Lumajang, Dukun Semeru Dikerahkan