TEMPO.CO, Surabaya - Sengketa hukum antara fesbuker Johan Yan dengan Gereja Bethany Surabaya berakhir damai. Pelapor, Alexander Yunus Irwantoro, bersedia mencabut perkara yang telah didaftarkan ke Polda Jawa Timur.
Di hadapan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus serta kuasa hukumnya masing-masing, kedua belah pihak meneken kesepakatan damai di atas materei, Rabu, 14 Agustus 2013. "Semua sudah selesai, kami memaafkan Johan," kata Alexander, salah seorang staf Gereja Bethany.
Johan, yang juga seorang motivator, mengatakan mengambil hikmah dari kejadian itu. Sebagai seorang fesbuker ia berjanji tidak akan mengunggah status bernada penghinaan ataupun pelecehan terhadap pihak-pihak tertentu. "Saya akan lebih berhati-hati bila menulis status atau mengomentari," ujar lelaki yang juga punya hobi mengoleksi benda-benda bersejarah ini.
Kasus itu berawal saat Johan menulis status di akun Facebook miliknya berbunyi: “korupsi atau money laundry yang dilakukan oleh ulama bukan ajaran agama Kristen" pada 18 Februari 2013 lalu. Status itu diunggah oleh Johan untuk mengomentari santernya pemberitaan di media online tentang dugaan korupsi dana jemaat Rp 4,7 triliun di Bethany oleh pimpinan gereja tersebut, Pendeta Abraham Alex Tanuseputra.
Dianggap menghina Gereja Bethany dan Pendeta Abraham, Alexander melaporkan Johan ke Polda Jawa Timur. Polisi menetapkan Johan sebagai tersangka dan dijerat dengan dengan Pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tak ingin berurusan dengan hukum, Johan pun menghapus statusnya tersebut pada akhir Februari. Ia juga mendatangi Pendeta Abraham untuk meminta maaf. Penyidik pun memediasi kedua belah pihak agar berdamai.
Kuasa hukum Gereja Bethany, Sumarso mengatakan, apa yang ditulis Johan dalam akun Facebook telah terkategori pencemaran nama baik. "Tidak hanya selarik kalimat itu saja yang ia tulis, tapi sebenarnya banyak," ujar Sumarso.
Selain kalimatnya bernada melecehkan, kata Sumarso, Johan juga merekayasa foto Pendeta Abraham seolah-olah pencuri. Sebelum lapor ke polisi, kata Sumarso, pihak gereja telah berkonsultasi dengan ahli bahasa, pakar teknologi informasi serta tim Kementerian Informasi dan Komunikasi. "Semua menyatakan status yang diunggah Johan tak pantas dan kategori penghinaan dan pencemaran nama baik. Tapi okelah, kami memaafkan dia," ujar Sumarso.
Penasehat hukum Johan, Muhamad Sholeh enggan berkomentar banyak karena kliennya telah damai dengan pihak pelapor. Sholeh juga membatalkan niatnya untuk menguji materi pasal yang disangkakan polisi kepada Johan ke Mahkamah Konstitusi. "Untuk apa diungkit lagi, lebih baik kita ngomong ke depannya saja," kata advokat muda itu.
KUKUH S WIBOWO