TEMPO.CO, Jakarta - Edisi Khusus Hari Kemerdekaan Koran Tempo disiapkan sejak pertengahan Juni 2013 lalu. Redaksi memulai dengan penyusunan kriteria para calon, sehingga kandidat bisa disaring sejak dini.
Ada lima kriteria utama yang ditetapkan redaksi. Tempat pertama diberikan kepada para pegiat perdamaian yang tak sekadar bermain pada tataran wacana, tapi sudah memiliki kontribusi nyata untuk merekatkan pluralitas. Mereka yang mengabdi di daerah konflik diprioritaskan.
Untuk itu, Ismail Hasani, Manajer Program Setara Institute, dan Ahmad Suaedy, salah satu inisiator The Wahid Institute, diundang redaksi Tempo sebagai mitra diskusi.
Seleksi tahap pertama mendapatkan hampir 20 nama. Banyak di antara nama itu belum cukup dikenal, tapi berandil besar membangun toleransi di daerahnya. Karena itu, nama-nama tersebut kembali disaring dengan mempertimbangkan faktor ekspose media massa dan konsistensi.
Sejumlah nama tereliminasi. Sebutlah Ajun Komisaris Besar Yoyoh Indayah, Wakil Direktur Bimbingan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Barat. Ketika menjabat Kepala Kepolisian Resor Kuningan, Jawa Barat, Yoyoh berhasil menangkal amuk massa terhadap penganut Ahmadiyah. Caranya pun unik. Ia menggalang para ibu untuk membuat pagar betis pelindung jemaah Ahmadiyah.
Baca Juga:
Yoyoh menjadi antitesis Kepolisian yang sejauh ini cenderung mendukung —-atau setidaknya membiarkan—- aksi kekerasan berbasis SARA. Sayangnya, setelah ia menjadi Wakil Direktur Bimbingan Masyarakat Polda Jawa Barat, aksi-aksi cerdiknya dalam melindungi minoritas di Provinsi Jawa Barat berkurang. Padahal provinsi ini berada di urutan pertama dalam jumlah kasus kekerasan berbasis agama.
Ada juga Heidy Maeka, 35 tahun. Perempuan Kristen ini telah menjadi aktivis perdamaian di Poso sejak masih kuliah. Ia naik sepeda motor bolak-balik Pamona-Poso Kota untuk menjalin komunikasi dengan para pemuda muslim, melalui jalan yang naik-turun bukit. Kalau malam, penerangan seadanya.
Tapi Heidy kini sudah tak banyak bergiat dalam merajut perdamaian. Ia terakhir kali mendampingi keluarga terduga teroris korban penembakan pada 2012.
Selesai seleksi tahap kedua, jumlah kandidat sudah bisa dihitung dengan jari. Tapi ini baru separuh kerja. Saatnya untuk memverifikasi para calon di kandangnya. Selain melihat langsung karya mereka, Tempo mewawancarai para tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat lokal, dan mereka yang merasakan manfaat dari kerja para tokoh itu. Hasil verifikasi ini dibawa kembali ke ruang redaksi dan diperdebatkan lagi.
Akhirnya terpilihlah lima tokoh dan satu organisasi yang ditahbiskan sebagai para perekat Republik. Mereka adalah :
(1) Lian Gogali, penggerak pembauran di Poso.
(2) Sofyan Tan di Medan, pendiri sekolah multi-etnis.
(3) Kholiq Arif, Bupati Wonosobo, pelindung penganut Ahmadiyah dan Syiah di wilayahnya.
(4) Anak Agung Ngurah Agung, tokoh yang andil memulihkan keretakan hubungan umat Hindu-Islam pasca-bom Bali.
(5) Tuan Guru Subki Sasaki yang mendobrak arus utama kaum konservatif di Lombok.
(6) Forum Silaturahmi Anak Bangsa, kumpulan anak-anak dari mereka yang dulu berseteru: mulai anak PKI, DI/TII sampai anak TNI berkumpul di sini.
TIM TEMPO
Berita Terpopuler:
Bumi Akan Dihujani Debu Kosmik Selama 3 Bulan
Ditanyai Soal Konvensi, Sri Mulyani Senyum-senyum
Pidato SBY Dinilai 'Menjerumuskan' IHSG
Suap Rudi Kiriman Singapura? Simon Tersenyum
Ahok: Jakarta Lebih Cocok untuk Jasa-Perdagangan