TEMPO.CO, Bandung - Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Mohammad Jumhur Hidayat, menyatakan pemerintah siap setiap saat mengevakuasi warga Indonesia di Mesir jika keadaan di negara itu kian memburuk. "Kita semua sudah siap," katanya di Bandung, Selasa, 20 Agustus 2013.
Menurut Jumhur, dengan perkembangan situasi terkini Mesir, pemerintah menilai belum perlu mengambil langkah evakuasi warga tersebut. Meski demikian, warga Indonesia yang berada di Mesir diminta tidak ke luar rumah. "Kita lihat perkembangan juga, jadi tidak serta-merta harus evakuasi," kata Jumhur.
Ia menambahkan, dari ribuan warga Indonesia di Mesir, sekitar 1.500 orang berprofesi sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT). Semuanya dia sebut ilegal. "Mesir bukan daerah penempatan TKI (tenaga kerja Indonesia). Tapi, faktanya, banyak PLRT di sana," kata dia.
Kendati demikian, Jumhur mengklaim jumlahnya relatif sedikit dibandingkan di negara lain. Misalnya di Yordania bisa sekitar 30 ribu (TKI) yang tidak berdokumen. "Ini, kan, problemnya, Indonesia itu jadi sumber trafficking. Orang datang ke desa, tidak lewat negara, tidak lewat pemerintah, tiba-tiba dibawa ke sana," ujarnya.
Warga Indonesia lain yang bekerja secara legal di Mesir biasanya bekerja sebagai tenaga kerja profesional, dan jumlahnya tidak banyak. Lainnya, kata dia, mahasiswa yang tengah menimba ilmu di negara itu.
Menurut dia, lembaganya bersama KBRI di Mesir sudah membuka posko untuk menampung laporan dari warga Indonesia di negara itu. Data warga Indonesia di negara itu juga sudah dikumpulkan. Tak hanya itu, staf Kedutaan Indonesia di negara itu juga sudah ditambah jumlahnya untuk mengantisipasi memburuknya kondisi negara itu.
Kondisi keamanan Mesir memburuk setelah militer menggulingkan Presiden Muhamad Mursi pada 3 Juli 2013. Penggulingan itu memicu aksi unjuk rasa Ikhwanul Muslimin, pendukung Mursi. Ratusan orang tewas di negara ini sejak pasukan keamanan mulai menyapu bersih pengunjuk rasa pekan lalu.
AHMAD FIKRI