TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak tiga perusahaan mendapatkan penugasan untuk mengembangkan energi panas bumi di sejumlah wilayah di Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Hitay Group, PT Bumi Lesugolo, dan PT Energy Kinan Internasional. Mereka mendapat tugas melakukan survei pendahuluan di wilayah Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Barat.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan, pengembangan panas bumi sebagai salah satu proyek energi baru dan terbarukan harus segera dilakukan.
"Pada tahun 2020, penggunaan energi baru dan terbarukan ditargetkan bisa mencapai 22 persen dari total kebutuhan energi nasional. Tahun ini baru 6 persen," kata dia dalam pembukaan EBTKE Conex di Jakarta Convention Center, Rabu, 21 Agustus 2013.
Penugasan survei pendahuluan kepada tiga perusahaan ini memberi kontribusi investasi dengan total sebesar US$ 6,9 juta. Adapun nanti jika dinilai ekonomis dan ditetapkan sebagai wilayah kerja panas bumi, diperkirakan proyek ini dapat menyerap tenaga kerja hingga 800 pekerja. "Dengan total investasi mencapai US$ 2 miliar," ujarnya.
PT Hitay Group mendapatkan tugas survei panas bumi di Provinsi Sumatera Selatan, Sumatara Barat, Bengkulu, dan Jawa Timur. Adapun PT Bumi Lesugolo akan melakukan survei di Nusa Tenggara Timur, sedangkan PT Energy Kinan Internasional akan melakukan survei di daerah Gunung Galunggun, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Tasikmalaya.
Hingga saat ini, sudah banyak investor yang telah mengajukan izin survey dan eksplorasi panas bumi. Namun, hanya sedikit yang telah mengalami kemajuan, di antaranya, PT Supreme Energy yang mengembangkan proyek panas bumi di Sumatera dan PT Chevron Geothermal di Gunung Salak.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Ridha Mulyana membenarkan ada sejumlah tantangan untuk mengembangkan proyek panas bumi di Indonesia, yakni ketidakharmonisan undang-undang antar kementerian teknis. Padahal, berdasarkan pemetaan kementerian, potensi pengembangan panas bumi 15 persen berada di kawasan hutan konservasi. Menurut Undang-Undang Kehutanan, apapun kegiatan di luar kehutanan di saba dilarang," ujarnya.
Ridha menjelaskan, sifat panas bumi pada dasarnya tidak merusak hutan. Justru, panas bumi bisa berkembang di wilayah yang kaya air, yakni di kawasan hutan. "Jadi persepsi bahwa panas bumi merusak hutan itu salah," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya saat ini sedang dalam proses merevisi Undang-Undang Panas Bumi agar sesuai dengan Undang-Undang Konservasi Hutan. Draft revisi undang-undang tersebut akan segera dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat setelah diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kami dengar Presiden sudah akan teken draft revisi UU ini. Kami harap pembahasan draft di DPR cukup sekali saja sehingga implementasi pengembangan panas bumi bisa segera dilakukan," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler:
Lulung: Seluruh Tanah Abang Saya Bagi-bagi
5 Teknologi yang Mengancam Manusia
Lima Tokoh Ini Politikus Idola Anak Muda
Mau Dites Keperawanan, Siswi SMA Ketakutan
Ini Kronologi Aksi Gadis Pemotong 'Burung'