TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad menyatakan pihaknya terus mengawasi rencana kebijakan pengurangan stimulus The Federal Reserve. "Itu terus jadi perhatian kami, dan kami harus siap dengan berbagai situasinya," kata dia saat ditemui di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin malam, 26 Agustus 2013.
Menurut Muliaman, dampak kebijakan itu mengindikasikan adanya perbaikan ekonomi di Amerika. Meski memberikan tekanan negatif ke pasar modal Indonesia, hal itu dinilainya hanya akan bersifat sementara. "Karena kalau ekonomi Amerika membaik nantinya ekonomi global juga ikut membaik, dan itu akan berdampak positif ke kita," ujarnya.
Muliaman menjelaskan, penghentian stimulus tersebut menimbulkan gejolak di berbagai pasar modal, termasuk Indonesia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global juga mengirimkan pengaruhnya kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah merevisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,8-6,2 persen dari 5,9-6,3 persen. "Tapi perlambatan ekonomi itu hampir terjadi di seluruh negara maju dan emerging market," ujar Muliaman.
Kepala Eksekutif Pasar Modal Indonesia OJK, Nurhaida, menambahkan, penghentian stimulus akan terlihat akibatnya di pasar modal pada kuartal III dan kuartal IV mendatang. "Yang sekarang memang fenomena global yang tidak bisa dihindari. Tapi, yang penting bagi kita sebagai pengawas, kita menjaga jangan sampai dalam kondisi apa pun lalu terjadi pelanggaran," ujarnya.
Meski begitu, ia meyakini pasar saham tetap dapat bertahan di tengah sentimen negatif. Sebab, Indonesia diyakini masih menjadi negara incaran para investor dengan pertumbuhan pasar modal yang baik. "Kami tetap optimistis IHSG masih dalam tren menguat," ujarnya.
Berdasarkan catatan OJK, indeks harga saham gabungan (IHSG) berada pada peringkat keenam di bursa regional Asia. Per 13 Agustus 2013, IHSG mencapai 4.652,4 poin atau meningkat 7,04 persen dari 2 Januari 2013 yang berada pada level 4.346,47 poin. Pertumbuhan ini berada di bawah Jepang (Nikkei 225) yang tumbuh 33,4 persen, Cina (Shenzhen) tumbuh 15,18 persen, Filipina (PSEi) tumbuh 11,83 persen, Australia (AS30) tumbuh 8,87 persen, dan Malaysia (KLCI) tumbuh 7,19 persen.
RIRIN AGUSTIA