TEMPO.CO, Subang - Surni, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pertanian Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Jawa Barat , mengaku gundah-gulana ketika hitungan bulan akan memasuki periode September setiap tahunnya. Kenapa? Karena pada periode itu, ada tradisi jelek yang terjadi di kalangan petani binaanya. Yakni rebutan air yang berujung bentrok massal antar petani tersebut.
Menurut dia, petani asal Kecamatan Pusakajaya, Pusakanagara dan Compreng, saling serang dengan menggunakan golok, parang dan cangkul jika pembagian air irigasi dengan sistem gilir-giring sudah tidak ditaati oleh para petani di tiga kecamatan itu.
Pintu air Kebon Danas, lanjut Surni, selalu menjadi biang pemantik terjadinya bentrok massa petani akibat rebutan air tersebut. Karena, di lokasi itulah pembagian jatah air ke irigasi sekunder di tiga kecamatan itu dilakukan."Saat ini pun, situasinya sudah mulai memanas. Terus terang, kami selalu was-was," kata Surni.
Di Kecamatan Pusaka Jaya, sedikitnya 3.097 hektare dan 3.060 hektare lainnya di Kecamatan Pusakanagara, sawah milik petani selalu mengalami gagal panen bahkan gagal tanam akibat tak kebagian stok air irigasi yang disalurkan dari irigasi induk Tarum Timur yang bersumber daru waduk Jatiluhur, Purwakarta.
"Saat ini, tanaman padi yang sudah terancam kekeringan hebat itu baru berumur lima hingga 20 harian," ujar Surni. "Dalam sepekan-dua pekan ke depan tak dapat suplai air, dipastikan padi akan mati meranggas."
Kondisi itu dibenarkan, Oman Faturohman, tokoh petani Kecamatan Pusakajaya. Menurut dia, sebetulnya ada solusi jitu buat mengatasi krisis sekaligus konflik air di antara petani tiga kecamatan itu. Caranya dengan membangun sodetan di sungai Cipunagara atau totosan (talang air) yang dibangun persis di bendung Salam Darma yang lokasinya berada di tapal batas Kabupaten Subang dan Indramayu.
"Kami sudah mengusulkannya kepada presiden, menteri pertanian dan gubernur Jawa Barat, mereka setuju dengan konsep itu, tapi, sampai sekarang nggak ada realisasinya," kata Oman.
Kepala Sub Divisi Pengelolaan Air DPA III-PJT II Jatiluhur, Fembri Setyawan, mengatakan, jika solusi yang ditawarkan petani Subang itu direalisasikan, ia menjamin air irigasi untuk tujuh dari 12 ribuan hektare areal sawah yang selalu mengalami kekeringan itu akan teratasi.
"Pada saat musim kemarau, suplai air buat areal tujuh ribu hektare itu rata-rata 25 hingga 30 meter kububik per detik," ujar Fembri. Dengan kondisi saat ini, debit air yang terkirim paling banter 20 meter kubik per detik.
Hanya saja, kata dia, dalam pembuatan desain sodetan atau totosan itu harus dilakukan bersama dengan pihak BBWS, PJT II Jatiluhur, Pemprov Jabar dan Pemkab Subang.
Kepala Subdit Optimalisasi Rehabilitasi dan Konservasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Kementerian Pertanian, M. Husni, meminta Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Pemkab Subang, segera mengajukan proposal pembuatan totosan tersebut. "Kami pasti meresponnya," ujarnya.
NANANG SUTISNA
Terhangat:
Suap SKK Migas | Konvensi Partai Demokrat | Pilkada Jatim
Berita populer:
Warga Penolak Lurah Susan Juga Akan Demo Jokowi
Jokowi Siap Jadi Mediator Keraton Solo, Tapi...
Demo Lurah Susan Digerakkan Dua Tokoh Ini
Loch Ness Tertangkap Kamera Fotografer Amatir