TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional meminta Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus Labora tidak takut mengungkap para petinggi kepolisian yang menikmati aliran dana dari perusahaannya. Anggota Komisi, Hamidah Abdurrahman, menyarankan Labora menyerahkan semua bukti aliran dana ke petinggi polisi kepada aparat penegak hukum.
Bukti aliran dana itu sangat penting mengungkap ke mana saja uang Labora mengalir. "Ini masalah serius, perlu dibuktikan," katanya kepada Tempo, Ahad, 1 September 2013. Ketika kasus ini mencuat, kata Hamidah, Komisi sempat bertanya ihwal aliran dana ke petinggi Polri. Namun, kala itu kuasa hukum Labora membantah soal masalah ini.
Sebelumnya, dalam dokumen perusahaan Labora Sitorus yang diperoleh Tempo, ada sejumlah setoran dari Labora kepada petinggi kepolisian. Misalnya, seorang polisi selalu menerima Rp 60 juta per bulan. Polisi yang bertugas di Markas Besar Polri ini rutin menerima antara tanggal 20-25 setiap bulan.
Catatan ini juga mengungkapkan adanya pengiriman uang hingga 47 kali kepada sebuah institusi kepolisian di Raja Ampat. Selain itu, catatan Labora juga mengungkapkan aliran dana kepada pejabat Polda Papua. Jumlah total duit yang diserahkan ke petinggi kepolisian pada 2012 mencapai Rp 7 miliar per bulan.
Hamidah mengatakan Labora mesti menyertakan bukti siapa yang menerima dan menggunakan dana ini. Menurut dia, jika memang ada bukti, penerima dana ini bisa terkena pidana pencucian uang. Pasal 3 dan pasal 5 Undang-Undang Pencucian Uang menyebutkan, mereka yang ikut serta menerima dan mengelola dana tindak pidana pencucian uang juga bisa dikenai tindakan pidana.
Hamidah menuturkan, ia belum bersepakat jika Labora dikatakan sebagai justice collaborator. Menurut dia, belum ada laporan ancaman yang diterima Labora terkait dengan kicauan Labora dalam kasus ini.
Kamis, 30 Agustus 2013, Labora melaporkan bukti aliran dana untuk petinggi polisi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan itu diserahkan Labora melalui juru bicaranya, Wolter Sitanggang. Uang dalam jumlah besar itu, katanya, dikeluarkan atas perintah atasannya.
Pertengahan Mei lalu, Kepolisian menetapkan Labora sebagai tersangka tiga kasus, yakni dugaan penimbunan bahan bakar minyak ilegal, dugaan pembalakan liar, dan pidana pencucian uang. Dia dituding memiliki rekening dengan total nilai transaksi Rp 1,5 triliun. Pada Mei lalu, Labora ditahan Polda Papua. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha memastikan lembaganya bakal menindaklanjuti laporan Labora itu.
WAYAN AGUS PURNOMO