TEMPO.CO, Surabaya - Profesor sekaligus guru besar FISIP Universitas Surabaya, Profesor Dr Soetandyo Wigjosoebroto, wafat pukul 07.00 di Rumah Sakit Elisabeth Semarang, Senin, 2 September 2013. Almarhum meninggalkan tiga anak perempuan dan lima cucu. Tutik Budiarjo, adik ipar Soetandyo, mengatakan almarhum menderita hipertensi dan penyempitan saraf.
Sejak 2 Agustus 2013, almarhum sudah berada di Semarang, tinggal di salah satu rumah anaknya. Dalam seminggu terakhir, Soetandyo dirawat di Rumah Sakit Elisabeth. Upaya penyembuhan oleh tim dokter rumah sakit sudah ditempuh. "Pagi tadi beliau meninggal," kata Tutik.
Dia menambahkan, almarhum semasa hidupnya dikenal menjalani hidup dengan kesederhanaan. "Suka naik sepeda dan tidak suka aneh-aneh," kata Tutik kepada Tempo di rumah duka, Jalan Darmawangsa 3 Surabaya, Senin, 2 September 2013.
Priambandi, keponakan Soetandyo, mengatakan, sebelum diberangkatkan ke Surabaya, almarhum disemayamkan dan disalatkan di Universitas Diponegoro Semarang pada pukul 11 siang ini. Setelah itu, jenazah dibawa ke Surabaya menggunakan jalan darat dengan mobil ambulans.
Tempat makam yang disiapkan adalah di pemakaman umum Keputih, Surabaya. Sebelum dikuburkan, almarhum dilepas di kampus Unair. "Saya belum tahu, apakah almarhum dimakamkan malam ini atau besok pagi," kata dia.
Wisnu Pramurtanto, dosen Ilmu Politik FISIP Unair sekaligus kawan dekat almarhum, mengatakan Soetandyo adalah sosok yang konsisten pada sektor hulu pendidikan. Almarhum, kata Wisnu, hidup sangat sederhana dan memiliki pemikiran yang panjang dalam membentuk karakter mahasiswanya.
Atas jasa Soetandyo, FISIP Unair berdiri pada 1977. "Almarhum sosok yang sangat idealis dan perhatian membentuk karakter mahasiswanya," kata dia saat berkunjung ke rumah duka.
Pantauan Tempo, belum banyak kerabat dan kawan almarhum yang berkunjung ke rumah duka. Hanya tampak beberapa dosen FISIP Unair. Selain mengajar di Unair, Soetandyo juga mengajar di Universitas Diponegoro. Almarhum mendapatkan Yap Thiam Hien Award pada 2011.
DIANANTA P. SUMEDI