TEMPO.CO, Yogyakarta - Warga Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang, meminta pertanggungjawaban atas tindakan represif aparat keamanan saat terlibat bentrokan dengan warga setempat, Senin petang, 2 September 2013.
Selasa siang, 3 September, sekitar 20 orang perwakilan warga Desa Ponowareng mendatangi kantor Kepolisian Resor Batang. Rombongan yang didampingi pejabat sementara Kepala Desa Ponowareng, Triah, itu langsung diterima Kepala Polres beserta jajarannya.
Sayangnya pertemuan di ruang aula lantai dua itu tertutup untuk jurnalis. Pertemuan itu selesai pukul 16.30 WIB. Namun, sebagian besar warga memilih tidak berkomentar saat ditemui wartawan yang telah menunggu sekitar dua jam.
"Intinya tadi menanyakan biaya pengobatan warga yang terluka setelah bentrokan," kata Agus, salah satu warga yang turut dalam pertemuan saat ditemui Tempo di halaman kantor Polres Batang. Ia menambahkan, warga juga meminta ganti rugi atas kerusakan sejumlah motor.
Menurut Kasmir, warga Desa Ponowareng yang dihubungi Tempo pada Senin malam, sejumlah sepeda motor warga yang ditinggal di lokasi bentrokan dirusak aparat. "Ada belasan motor yang rusak setelah kejadian itu," ujarnya.
Bentrokan itu bermula saat rombongan investor PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), dengan kawalan sejumlah anggota polisi, hendak melakukan pengeboran di lahan yang telah dibebaskan untuk proyek PLTU.
Namun, untuk menuju lahan yang telah dibebaskan itu harus melintasi lahan milik warga yang sejak awal menolak pembebasan tanah untuk proyek PLTU. Mengetahui kedatangan tambahan personel polisi dan TNI dengan sejumlah truk, emosi warga pun tersulut.
Aksi saling lempar batu tidak terelakkan ketika aparat menyingkirkan blokade berupa batu, tumpukan ban bekas, dan kayu yang dibakar di tengah jalan. Dalam insiden itu, polisi menyita sebelas bom molotov dari botol kaca minuman ringan.
Menurut Pjs. Kepala Desa Ponowareng, Triah, bentrokan itu tidak akan terjadi jika aparat keamanan berkoordinasi dulu dengan pihak desa sebelum tiba di lokasi. "Kalau mau ada pengamanan, mestinya koordinasi dulu. Kemarin sama sekali tidak ada (komunikasi)," tandasnya.
Triah juga menyampaikan keluhan warganya agar aparat memberikan santunan kepada warga yang menjadi korban bentrokan hingga luka-luka. "Ada empat warga yang mengalami luka berdarah-darah. Kalau yang luka memar banyak," imbuh Triah.
Kepala Polres Batang, Ajun Komisaris Besar Widi Atmoko mengatakan hasil pertemuan dengan perwakilan warga Desa Ponowareng itu telah ditampung sebagai masukan institusinya. "Tapi kami juga harus klarifikasi dulu. Cek di lapangan," jelasnya.
Widi menambahkan, pertemuan dengan perwakilan warga Desa Ponowareng itu sekaligus untuk menjelaskan konsep kepolisian dalam memberikan keamanan bagi semua pihak. "Agar tercapai kesepahaman bersama demi keamanan dan ketertiban masyarakat."
DINDA LEO LISTY