TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) meminta pemerintah mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja ke Saudi Arabia. "Saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik, dan peluangnya terlalu besar untuk diabaikan," ujarnya Ayub Basalamah, Ketua Umum Apjati dalam diskusi di kantor Kadin, Jakarta, Rabu 4 September 2013.
Ayub mengakui, moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi merupakan kebijakan yang tepat saat diambil pada 1 Agustus 2011 lalu. Sebab, saat itu banyak terjadi kasus pelanggaran ketenagakerjaan hingga hak asasi manusia menimpa TKI di negara tersebut. "Tapi dalam dua tahun terakhir kasus yang menimpa TKI sudah turun 52 persen," katanya.
Menurut Ayub, adanya moratorium penempatan tenaga kerja ke Arab Saudi ini mengurangi jumlah TKI yang dikirim secara keseluruhan dari Indonesia. Ia menyatakan, sebelum diterapkannya moratorium, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Apjati bisa mencapai 40-50 ribu orang per bulan. Kini jumlahnya hanya tinggal 10-15 ribu orang per bulan.
Ayub juga menyatakan bahwa Ia telah menandatangani nota kesepahaman dengan 13 negara di Timur Tengah pada 27 Maret 2013 lalu. Di antara hal-hal yang disepakati adalah masalah perlindungan TKI yang di antaranya meliputi dorongan pengiriman TKI di sektor formal dan peningkatan kualitasnya, kerja sama terpadu mengenai sistem rekrutmen, standarisasi kualitas, pelatihan dan saat calon TKI berada di penampungan.
Asosiasi 13 negara yang ia maksud di antaranya Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Singapura, Malaysia, Hongkong, dan Brunai Darussalam. Dalam pertemuan yang digelar di Jakarta saat itu, kata Ayub hadir juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sementara Ketua Bidang Ketenagakerjaan Kadin Arab Saudi (Chairman of the National Recruitment Committee at the Council of Saudi Chambers) Saad Al-Badah menyatakan bahwa saat ini sistem pengelolaan ketenagakerjaan di negaranya telah jauh lebih baik.
Dalam hal pembayaran misalnya, untuk menghindari tunggakan, semua tenaga kerja asing di sana diwajibkan memiliki sebuah rekening di mana sang majikan bisa membayarkan gajinya. "Kalau sampai tidak dikirim, bank akan secara otomatis mengirim notifikasi pada biro ketenagakerjaan," ujarnya.
Selain itu, setiap tenaga kerja juga dibekali dengan sebuah telepon seluler agar ia tetap bisa berkomunikasi dengan keluarka dan kerabatnya. Dalam telepon seluler itu juga terdapat nomor call center khusus tempat tiap pekerja bisa mengadukan masalah ketenagakerjaan yang dihadapinya.
PINGIT ARIA