TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Perhubungan tidak memberikan izin penambahan rute bagi Lion Air untuk sementara waktu. "Paling tidak, Kementerian Perhubungan tidak memberikan izin trayek dulu, khusus untuk Lion Air yang penerbangannya kerap terlambat," kata Ketua Komisi Perhubungan DPR, Laurens Bahang Dama, kepada Tempo di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 11 September 2013.
Menurut Laurens, saat ini Dewan tengah membahas kinerja Lion Air. Laurens mengungkapkan, jangan sampai peningkatan kemajuan industri penerbangan malah memberikan pelayanan yang tidak baik bagi masyarakat sebagai konsumen. Terutama jika industri penerbangan Indonesia hanya dikuasai oleh satu maskapai. "Kita lihat saja sekarang Lion Air sudah menggurita di mana-mana dengan sekian ratus pesawatnya," katanya.
Dia mengatakan faktor utama yang ditawarkan dalam bisnis penerbangan adalah jadwal penerbangan. Jika suatu maskapai kerap menunda jadwal penerbangan, konsumen akan beralih. Hal tersebut dianggapnya membahayakan kelangsungan bisnis penerbangan.
Laurens mengklaim telah menerima informasi adanya pihak yang mengelola slot time penerbangan secara tidak resmi. "Cara kerjanya, pihak ini memberi kemudahan slot time untuk maskapai tertentu," ucapnya. Saat ini Komisi Perhubungan sedang menyoroti praktek tersebut.
Laurens enggan menyebutkan pihak yang dimaksud. Tapi dia berharap pemerintah sebagai regulator tak dikuasai operator atau maskapai. Sebab, jika pemerintah tunduk pada operator yang ternyata kepemilikannya didominasi asing, kedaulatan wilayah udara Indonesia akan terancam.
Dia pun mempertanyakan asal modal Lion Air yang sudah membeli ratusan pesawat, termasuk Boeing, Airbus, dan ATR. Maskapai tersebut juga berencana membeli pesawat jenis N219 produksi PT Dirgantara Indonesia.
MARIA YUNIAR