TEMPO.CO, Makassar - Kenaikan BI rate sebesar 25 basis poin dari 7.00 persen menjadi 7,25 persen dinilai banyak pihak akan memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Pengamat Ekonomi Unniversitas Hasanuddin, Syarkawi Rauf mengatakan, kebijakan BI menaikkan BI rate tentu sebagai upaya untuk memperkuat likuiditas keuangan. Dimana BI berharap dana asing yang keluar akibat pelemahan nilai tukar rupiah kembali bisa masuk ke indonesia. Namun, menurut Syarkawi dana asing yang masuk ke Indonesia itu dominan hanya berputar di pasar modal. "Ini juga yang harus diantisipasi oleh pemerintah khususnya BI," katanya, Jumat 13 September 2013.
Upaya antisipasi yang dimaksud Syarkawi adalah bagaimana pemerintah dan BI mengupayakan dana yang terkumpul tadi bisa disalurkan ke sektor riil. "Sehingga bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara nyata," papar Syarkawi.
Adapun dampak terhadap sektor ekonomi Sullsel, Syarkawi menilai tentunya akan berdampak cukup signifikan, pasalnya, Sulsel khususnya kota Makassar pertumbuhan ekonominya masih didominasi oleh sektor konsumsi. Di lain sisi, kenaikan BI rate memicu penurunan di sektor konsumsi.
"Mulai dari barang elektronik, kendaraan, rumah, kartu kredit," katanya. Dengan penurunan sektor konsumsi bisa dipastikan memicu perlambatan ekonomi. Hal ini karena penopang ekonomi Sulsel masih didominasi oleh sektor konsumsi. "Tentunya ini efeknya akan meluas," ujarnya.
Sedang Hamid Paddu, pengamat ekonomi di Sulsel mengatakan, kebijakan BI menaikkan BI rate merupakan upaya keras dari BI untuk menstabilkan rupiah dengan berusaha keras menurunkan kurs dollar agar inflasi teratasi. Akibatnya, menurut Hamid Paddu, kondisi ini akan berimbas memperlambat sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi pasti akan lebih rendah. "Namun upaya ini diharapkan bisa menenangkan pasar uang sehingga tetap menarik bagi investor asing untuk membawa uangnya ke Indonesia," katanya.
Mengenai dampak BI rate terhadap koreksi pertumbuhan ekonomi Sulsel khususnya kota Makassar, menurut Hamid Paddu koreksinya tidak terlalu signifikan. Pasalnya, perlambatan ekonomi lebih banyak terpengaruh di wilayah yang kegiatan ekonominya banyak di pengaruhi oleh pasar uang dan sektor industri "Itu banyak di pulau Jawa dan Sumatera," ungkapnya.
Ketua Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sulsel, Andrew Wong Jaya mengungkapkan hasil rapat Dewan Gubernur BI yang kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 7,25 persen dipastikan akan membuat lambat sejumlah sektor terutama penyaluran kredit.
Kepala divisi ekonomi moneter Bank Indonesia wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua), Gusti Raezal Eka Putra mengatakan, kenaikan BI Rate dari 7 persen menjadi 7,25 persen merupakan langkah-langkah lanjutan dari BI untuk pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta untuk memastikan berlangsungnya penyesuaian defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sustainable. "Sekarang sasarannya adalah stabilisasi perekonomian," ungkapnya.
NAJAMUDDIN ARFAH