Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Lady, CIA, dan Penculikan Abu Omar di Milan

Editor

Abdul Manan

image-gnews
kantor pusat CIA. golos-ameriki.ru
kantor pusat CIA. golos-ameriki.ru
Iklan

TEMPO.CO, Washington -  Robert Seldon Lady, mantan kepala kantor dinas intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA) di Milan, akhirnya meminta pengampunan kepada Presiden Italia Giorgio Napolitano, Rabu 11 September 2013. Ia minta diampuni dan dibebaskan dari hukuman 9 tahun penjara yang diputuskan Pengadilan Italia pada September 2012 lalu.

Kasus yang menjerat Lady bermula dari peristiwa 17 Februari 2003 lalu. Saat itu, Hassan Mustafa Osama Nasr alias Abu Omar, yang mendapat suaka di Italia, dalam perjalanan menuju masjid di Milan untuk salat Dzuhur. Setibanya di Via Giuseppe Guerzoni, pria kelahiran 18 Maret 1953 itu dicegat pria berseragam polisi dan menanyakan identitasnya. Setelah itu, ia dipaksa masuk ke mobil van warna putih.

Abu Omar, yang dicurigai Amerika terlibat jaringan terorisme, dibawa ke pangkalan udara gabungan Amerika-Italia, Aviano. Ia lantas diterbangkan dengan pesawat jet yang disewa CIA ke Pangkalan Udara Ramstein, Jerman. Di sini, pesawat kedua sudah menunggu, yang kemudian membawanya ke Kairo, Mesir.

Penculikan dan pengiriman Abu Omar ke Mesir ini merupakan bagian dari program perburuan terhadap tersangka teroris di seluruh dunia pasca serangan 11 September 2001 ke New York, yang menyebabkan sekitar 3.000 orang tewas. Tak lama setelah itu, Presiden Amerika George W. Bush menandatangani perintah rahasia yang memberi kewenangan CIA melakukan penangkapan, interogasi, penahanan dan pemindahan tersangka teroris di luar negeri, yang dikenal sebagai program "rendition".

Di Mesir, Abu Omar ditahan selama 14 bulan tanpa pengadilan, dan diintergogasi oleh anggota badan intelijen Mesir. Pada 20 April 2004, ia dibebaskan dari penjara tapi diperingatkan oleh State Security Investigations Services (SSIS) untuk tak mengungkap apa yang dialaminya di penjara. Abu Omar tak mematuhi larangan itu dengan memberitahu istrinya di Italia dan temannya.

Dianggap melanggar janji untuk tutup mulut, aparat keamanan Mesir kembali menangkapnya. Ia dibawa ke kantor SSIS di Nasr City, lalu memindahkannya ke penjara Istiqbal Tora, lalu ke penjara Damanhour, di mana ia secara administratif dibawah penahanan Kementerian Dalam Negeri dengan Undang Undang Darurat. Pada Februari 2005, dia dikembalikan ke penjara Istiqbal Tora, sebelum akhirnya dilepaskan dua tahun kemudian.

Abu Omar kembali membuka apa yang dialaminya. Kali ini kepada sejumlah organisasi HAM internasional seperti Amnesty Internasional dan Human Right Watch. "Saya disiksa secara brutal," kata Abu Umar kepada Human Rights Watch. Ia mengaku mengalami sejumlah penyiksaan, mulai dari digantung dengan kaki di atas hingga penggunaan alat kejut listrik, termasuk ke kemaluannya.

Pengakuan ini memaksa Pemerintah Italia membuka secara resmi penyelidikan pidana. "Penculikan Abu Omar tidak hanya merupakan kejahatan serius terhadap hak asasi manusia. Itu adalah kekalahan dalam perang melawan terorisme," kata Kepala Jaksa Italia Armando Spataro, tahun 2007. Saat Abu Omar diculik, Polisi Italia sedang mengusut dugaan keterlibatannya dalam kasus terorisme.

Italia sebenarnya tak tinggal diam terkait kasus penculikan Abu Omar ini. Tahun 2005, Komite untuk Intelijen dan Keamanan Parlemen Italia meminta keterangan direktur Servizio per le informazioni e la Sicurezza Militare (SISMI, direktorat intelijen militer Italia) dan Servizio per la informazioni e la Sicurezza Democratica (SISDE, dinas intelijen sipil Italia) soal keterlibatannya dalam program rahasia Amerika itu, termasuk penculikan Abu Omar.

Juni 2005, hakim Italia Guido Salvini juga mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap 22 agen atau operator CIA, termasuk Jeffrey W. Castelli, kepala CIA di Italia hingga tahun 2003. Salvini menyebut penculikan itu ilegal karena melanggar kedaulatan Italia dan hukum internasional, serta mengganggu penyelidikan polisi Italia. November 2005, Kejaksaan meminta Departemen Kehakiman Italia mengajukan ekstradisi dari Amerika Serikat. Permintaan ini tak dilakukan pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyelidikan secara resmi kasus ini dilakukan tahun 2007, tak lama setelah Abu Omar dibebaskan. Bagi penyelidik Italia, tak sulit melacak pelaku penculikan Abu Omar. Delapan hari di kota itu, agen CIA yang terlibat dalam operasi itu tak selalu mencabut baterai telpon selulernya sehingga penyelidik bisa mengenali lokasi mereka dari waktu ke waktu. Mereka juga kerap menelpon konsulat Amerika di Milan, ke kantor pusat CIA di Langley, Virginia, serta teman dan keluarganya di Amerika.

Pengadilan dimulai pada awal tahun 2009. Terdakwanya 31 orang, termasuk Lady, mantan Kepala Kantor CIA di Roma Jeffrey Castelli dan perwira Angkatan Udara Amerika Letnan Kolonel Joseph Romano --yang saat penculikan itu bertugas di barak militer Pangkalan Udara Aviano. Terdakwa dari Italia sebanyak lima orang, di antaranya mantan Kepala SISMI Jenderal Nicolò Pollari, yang dipaksa mundur akibat insiden penculikan itu, dan wakil Pollari, Marco Mancini.

Pada 4 November 2009, Italia membuat sejarah karena menjadi pengadilan pertama yang menghukum pelaku pelanggaran HAM dalam program penahanan rahasia CIA. Pengadilan menghukum 23 agen CIA, dengan hukuman lima tahun penjara, dan delapan tahun untuk Lady. Masing-masing didenda 1 juta Euro yang akan diberikan kepada Abu Omar dan 500.000 Euro untuk istrinya. Sidang terhadap Jeffrey dan dua diplomat AS dihentikan karena dilindungi oleh kekebalan diplomatik. Kasus terhadap lima anggota intelijen Italia juga dihentikan dengan dalih "hak istimewa rahasia negara."

Semua terdakwa dari Italia diadili secara fisik, sedangkan dari Amerika in absentia. Lady dan koleganya meningalkan negara ini sebelum sidang dimulai. Upaya banding yang diajukan para terdakwa juga tak membuahkan hasil. Dalam sidang 15 Desember 2010, pengadilan banding Italia malah menaikkan hukumannya: vonis untuk Lady naik dari 8 menjadi 9 tahun, vonis terhadap 22 lainnya naik dari lima tahun menjadi tujuh tahun. Pengadilan juga memerintahkan pengadilan ulang terhadap Jeffrey dan dua diplomat AS dan anggota dinas intelijen Italia.

Pengadilan Kasasi Italia, dalam sidang September 2012, menyatakan bahwa lima agen intelijen Italia tak dilindungi undang-undang rahasia negara sehingga harus diadili ulang. Tiga bulan berselang, Jaksa Agung Italia menandatangani perintah penangkapan Lady, dan memasukkan namanya dalam daftar Interpol. Lady, yang lahir di Honduras, meninggalkan AS menuju Amerika Latin saat perintah penangkapan itu dikeluarkan.

Pengadilan Banding Milano, 13 Februari 2013, menghukum Nicolò Pollari 10 tahun penjara dan denda 1,5 juta Euro, Marco Mancini 9 tahun penjara. Tiga agen intelijen Italia lainnya divonis 5 tahun penjara. Pollari mengajukan banding atas putusan ini. Sedangkan Jeffrey dan dua diplomat lainnya, dihukum 7 tahun penjara. Ketiganya, serta Kolonel Joseph L. Romano, diampuni Presiden Italia Giorgio Napolitano, April 2013 lalu. "Obama sudah mengakhiri praktik pemindahan tahanan secara rahasia itu," kata Napolitano, soal alasan pengampunanannya.

Washington Post | New Yorkt Times | BBC | CNN | The Dailybeast.com | Abdul Manan

Berita Terkait:
Eks Kepala CIA Milan Minta Pengampunan Italia
Culik Ulama, Bekas Agen CIA Dibekuk

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Seorang wanita meniup kantong plastik saat mengambil sampel udaranya untuk tes Covid-19 menggunakan GeNose C19 di sebuah stasiun kereta di Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. Alat buatan Indonesia ini mulai digunakan untuk screening penumpang kereta jarak jauh. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.


Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Bupati terpilih Sabu Raijua, NTT, Orient P Riwu Kore menjadi perbincangan setelah disebut-sebut sebagai warga negara Amerika Serikat. Orient mengakui sempat memiliki paspor AS, namun tidak lantas mengubah status kewarganegaraannya. Facebook.com
Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020


Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat mengikuti pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Istana di Singapura, 11 Juni 2018. REUTERS/Jonathan Ernst
Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.


Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.


Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Ilustrasi microchip semikonduktor. [REUTERS/Kim Kyung-Hoon]
Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.


Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Sekitar ratusan ribu warga Amerika Serikat turun ke jalan pada Sabtu, 30 Juni 2018, menuntut pemerintahan Presiden Donald Trump mengizinkan imigran masuk dan mempertemukan anak imigran dengan orang tua mereka. Reuters
Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.


Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Gas air mata dilepaskan di antara pengunjuk rasa saat bentrokan dengan polisi di Gedung Capitol pada rapat pengesahan hasil pemilihan presiden 2020 oleh Kongres AS di Gedung Capitol AS di Washington, 6 Januari 2021. Sekitar 350 pasukan Garda Nasional D.C. dikerahkan untuk mengantisipasi kerusuhan yang diperkirakan akan terjadi. REUTERS/Shannon Stapleton
Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol


Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Wartawan asal Amerika Serikat, Daniel Pearl, yang tewas dipenggal pada 2002. Sumber: The Times of Israel
Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.


Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Dokter umum Luisa Vera bereaksi setelah menerima vaksin virus corona (Covid-19) buatan Pfizer-BioNTech di Universitas Kesehatan Indiana, Rumah Sakit Methodist di Indianapolis, Indiana, Amerika Serikat, Rabu, 16 Desember 2020. Kredit: ANTARA FOTO/REUTERS/Bryan Woolsto/HP/djo/am.
Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19


Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Silinder berisi uranium di fasilitas nuklir Fordow, Iran.[IRNA]
Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran