TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan menilai perlawanan yang dilakukan He, 46 tahun, pedagang asongan di Kedoya, Jakarta Barat, terhadap pemalakan oleh 19 preman itu merupakan aksi heroik. Menurut Komisi Perempuan, meski mengalami kekerasan fisik, tindakan He bertujuan mempertahankan hak-haknya, sehingga perlu dicontoh perempuan lain.
Wakil Ketua Komisi Perempuan, Masruchah, mengatakan perlawanan He menunjukkan keberaniannya melawan tindakan premanisme. He terus melawan meski para preman itu menyiksanya. "Keberanian korban sangat luar biasa," kata Masruchah saat dihubungi Senin, 16 September 2013.
Menurut Masruchah, tindakan He bisa diikuti perempuan lain sehingga tak hanya diam jika menjadi korban pemalakan. Keberanian He, kata dia, memberi contoh perlawanan membuat preman menjadi segan. "Tindakan seperti He ini perlu didukung pemerintah," kata dia.
Dia meminta pemerintah dan penegak hukum secara bersama menindak tegas aksi premanisme, terutama bila perempuan yang menjadi korban. "Negara juga bertanggung jawab untuk kemajuan perlindungan warganya dan meningkatkan kehormatan," ujar Masruchah.
Pada 13 September 2013, sekitar pukul 15.00, He dipaksa menyerahkan sejumlah uang kepada segerombolan preman. Karena menolak, He ditarik paksa dan disekap di sebuah rumah di Kedoya, Jakarta Barat.
Saat disekap, He dipaksa menanggalkan pakaian sehingga para pelaku dengan leluasa menetesi sekujur tubuhnya menggunakan lelehan plastik yang dibakar. Lantas, para pelaku memaksa korban memasukkan bonggol cangkul ke kemaluannya. Selain itu, para pelaku mengolesi kemaluan He menggunakan sambal dan cabai.
DIAN KURNIATI
Topik Terhangat:
Penembakan Polisi | Tabrakan Anak Ahmad Dhani | Pencurian Artefak Museum Gajah | Jokowi Capres?
Berita Terpopuler:
Preman Siksa secara Seksual Janda Penjual Kopi
Cerita Masa Kecil Ahok di Bangka Belitung
Inul Daratista Pernah Tidur di Kamar Ahok
Organ Intim Janda Penjual Kopi Diolesi Sambal
MNC: Miss Uzbekistan Sah Mewakili Negaranya