TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengingatkan, jangan terbuai oleh kondisi umum perbankan yang baik. "Meski secara umum kinerja baik, tetap harus ada pengawasan terhadap bank-bank secara individu, karena daya tahan bisa berbeda-beda. Jangan sampai bank kecil, menengah, dan yang lain-lain jadi pemicu krisis," kata Sigit di sela-sela Diskusi terkait ASEAN Economoc Community 2013 di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu, 18 September 2013.
Sigit menjelaskan, yang pertama perlu diwaspadai perbankan adalah manajemen likuiditas. "Likuiditas bank sudah semakin ketat. Perbankan harus betul-betul menjaga," kata dia.
Kalau bank bermasalah secara likuiditas, Sigit mengibaratkan seperti orang yang terserang penyakit jantung. "Bisa tiba-tiba kena serangan, berhenti," kata dia. Kenaikan suku bunga acuan (BI rate) pengetatan kebijakan giro wajib minimum dan pelonggaran ketentuan sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan term deposit, juga dimaksudkan untuk meningkatkan pasokan uang di perbankan. "Kelebihan tidak digunakan untuk spekulasi," ujarnya.
Sigit membenarkan, kredit macet (non performing loan/NPL) juga perlu diwaspadai, namun likuiditas tetap yang pertama. "Kalau NPL itu seperti sakit kanker, perlahan-lahan. Kalaupun kondisi memburuk, NPL tak akan naik seketika, kecuali sejak lama praktek-praktek pemberian kreditnya bermasalah, tidak prudent. Krisis sedikit, ada NPL, bank kolaps," katanya.
Menanggapi informasi, adanya bank yang "mengetuk pintu" BI untuk meminjam likuiditas secara overnite, Sigit menjelaskan, hal tersebut biasa terjadi. "Bank-bank ketuk pintu BI itu sudah benar. Kalau cari dana di masyarakat tidak ada, cari ke BI. Tapi, kalau tidak hati-hati, berkali-kali seperti itu bisa dianggap BI tidak baik," katanya.
MARTHA THERTINA