TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, pesimistis pengguna mobil murah bakal menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. “Masyarakat menengah ke atas dengan mobil mewah saja masih menggunakan BBM bersubsidi. Apalagi mobil murah dengan target kalangan menengah ke bawah,” ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 19 September 2013.
Hal itu juga yang dikhawatirkan sebelumnya oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menilai program mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC) akan sia-sia jika nanti konsumsi bahan bakar, terutama Premium, meningkat. "Sarua jeung bohong (sama saja bohong-red) itu namanya," kata dia di kantornya, kemarin.
Seperti diketahui, proyek mobil murah ramah lingkungan merupakan gagasan Kementerian Perindustrian dengan dalih menyediakan kendaraan yang nyaman dan murah bagi konsumen berpenghasilan kecil. Sejumlah produsen mobil asal Jepang menyambut program itu dengan antusias.
Lebih jauh, Komaidi menilai pemerintah tak konsisten dalam kebijakannya. Di satu sisi pemerintah hendak menghemat anggaran dengan memperkecil subsidi BBM serta mengurangi kemacetan. Namun di lain pihak pemerintah malah mengeluarkan kebijakan terkait program mobil murah. "Kalau tak konsisten menghemat anggaran subsidi, jangan buat kebijakan seperti ini.
Pemerintah juga dinilai tidak tepat bila membandingkan kebijakan mobil murah ini dengan negara lain. Karena struktur anggaran negara lain tak terpengaruh oleh subsidi BBM. Ia mencontohkan harga BBM di Thailand berkisar Rp 14-15 ribu per liter dan rakyatnya mampu membeli dengan harga bensin tersebut.
“Maka wajar meraka mengeluarkan mobil murah. Saya juga mengira alasan pemerintah terkait mobil murah untuk menaikan investasi itu kurang logis."
Menurut Komaidi, salah satu cara untuk membenahi kemacetan dan mengurangi subsidi BBM yang membenahi trasportasi publik. Masyarakat akan nyaman jika transportasinya baik dan dengan sendirinya para pengguna kendaraan pribadi akan berganti ke transpotasi publik.
Oleh karenanya, kata dia, sudah seharusnya pemerintah segera memberikan insentif bagi transportasi publik. "Tapi pemerintah sampai saat ini belum juga melakukannya," tuturnya.
ERWAN HERMAWAN
Berita Lainnya:
M.S. Hidayat: Saya Penyebab Kemacetan Jakarta
Ini Curhat Jokowi ke Boediono Soal Mobil Murah
Ahok: Indonesia Lebih Baik dari Amerika
Miss World Muslimah Galang Dana buat Pesantren
Syaharani: Vicky Banyak Menghafal Kamus