TEMPO.CO, Yogyakarta - Kursi roda pintar 'Gama Kuda', karya lima mahasiswa jurusan Elektronika dan Instrumentasi Fakultas MIPA UGM angkatan 2009, meraih medali emas dalam ajang Pekan Ilmiah Nasional ke-26 di Mataram. Pada ajang yang berlangsung 9-13 September ini, sebagian karya mahasiswa asal Yogyakarta memanfaatkan sains bagi penyandang cacat.
Kursi roda pintar ini dirancang bisa digerakkan penggunanya hanya dengan mengerutkan kulit wajah pada ujung mata kanan atau kiri, senyuman, dan menggemeretakkan gigi bagian belakang. "Kami memadukan teknologi medis mengenai gelombang otak dengan prinsip elektronik dan mekanik," kata Rangga Kurniawan, koodinator tim itu.
Kursi roda itu bisa membantu penyandang disabilitas yang mengalami kelumpuhan tota, agar bisa mandiri hanya dengan menggerakkan kulit muka untuk berkomunikasi. Menurut Rangga, di dunia medis diketahui setiap aktivitas gerak manusia selalu menimbulkan respons gelombang otak. Gelombang yang muncul dari aktivitas elektrik syaraf otak itu ditangkap dengan metode Electroencephalogram (EEG), yakni dengan menempelkan belasan lempeng besi seukuran kerikil pada kulit kepala manusia.
EEG biasa dipakai di dunia medis untuk memantau aktivitas gelombang otak yang hasilnya bisa menjadi dasar terapi pasien epilepsi, kanker, tumor, dan lainnya. "EEG kami olah dalam sistem komputer untuk diterjemahkan menjadi perintah gerak kursi roda," ujar Rangga.
Komponen Gama Kuda terdiri dari kursi roda yang dilengkapi sistem mekanik elektrik. Selain kursi roda biasa, ada laptop di depan pengguna kursi. Fungsinya, menerjemahkan sinyal gelombang otak yang ditangkap komputer via Bluetooth.
Karena itu, pemakai kursi roda harus mengenakan alat EEG--yang kerangkanya mirip headset tapi dilengkapi belasan cabang kecil berujung elektroda--di kepala. Sinyal gelombang otak dengan gerak kulit wajah pada bagian tertentu, kata Rangga, akan diterjemahkan menjadi kode-kode perintah.
Kode perintah roda mundur, maju, belok kanan atau kiri, dan jalan cepat atau pelan dikirim ke perangkat controller, yang terpasang pada sisi kanan kursi. Perangkat controller--yang sering menjadi komponen mesin robotik--mengolah kode itu menjadi perintah ke sistem mekanik di kursi. Pada bagian belakang kursi, terpasang mesin bertenaga baterai yang tersambung dengan rantai roda.
Menurut Rangga, salah satu kelemahan timnya saat merancang kursi roda yang menelan biaya Rp 10,7 juta itu, tidak ada anggota tim dari jurusan mesin. Akibatnya, mereka sering kesulitan merakit sistem mekanik di kursi. "Untuk pemasangan gir dan rantai, harus berulang kali kami rombak," ujar dia.
Hafidzh Nugroho, anggota tim itu, ingin mengembangkan kursi roda pintar sampai bisa diperintah melalui gelombang otak yang tertangkap hanya dengan berpikir. Prinsip teknologinya sebenarnya hanya mencari aktivitas pemicu gelombang otak yang cukup jelas untuk dianalisis komputer menjadi perintah ke mesin.
Menurut dia, teknologi itu bisa juga diterapkan untuk perintah pada alat-alat elektronik atau mesin lain. "Untuk pengerutan kulit wajah yang bisa diolah jadi perintah, kami rancang hanya untuk yang bergerak selama lebih dari lima detik," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM