TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah mendorong penjualan mobil murah menjadi buah simalakama bagi kota besar seperti Jakarta. Selain disebut akan menambah parah kemacetan, mobil murah memiliki potensi pendapatan yang besar bagi pemerintah daerah.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi mengatakan munculnya mobil murah bisa meningkatkan pendapatan pajak dari Bea Balik Nama Kendaraan bermotor (BBNKB). Selama ini, menurut dia, BBNKB merupatakan pendapatan pajak terbesar di ibu kota. Sementara Pajak Kendaraan Bermotor menempati urutan kedua sumber pendapatan pajak di DKI Jakarta. “Penerimaan dari kedua sektor itu menyumbang hampir 50 persen pendapatan pajak di DKI Jakarta,” ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 20 September 2013.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memprotes kebijakan pemerintah pusat yang mendorong penjualan mobil murah. Menurut dia, kebijakan ini akan kontraproduktif dengan upayanya mengurangi kemacetan ibu kota. Menurut Jokowi, sapaannya, pemerintah pusat seharusnya mendorong transportasi masal murah ketimbang mobil murah.
Iwan mengatakan, target BBNKB DKI Jakarta tahun 2013 sebesar Rp 5,8 triliun, sementara target PKB mencapai Rp 4,6 triliun. Nilai itu hampir setengah dari total target penerimaan pajak DKI Jakarta tahun ini sebesar Rp 21,918 triliun.
Besarnya pendapatan dari BBNKB, kata dia, sangat dipengaruhi tingkat pembelian mobil di Jakarta yang amat tinggi. Setiap mobil baru dikenai BBNKB sebesar 10 persen dari harga jual mobil. "Padahal Jakarta menguasai 26 persen penjualan mobil di tingkat nasional," katanya. Mengutip data Gaikindo, Iwan menyebut target penjualan mobil 2013 mencapai 1,1 juta unit. "Jadi diperkirakan, setiap hari ada 500 mobil baru yang terjual di Jakarta," kata dia.
Meski menyumbang pendapatan yang besar, Iwan sepakat bahwa bertambahnya jumlah mobil menimbulkan biaya sosial yang jauh lebih tinggi. Oleh sebab itu pemerintah perlu memperbaiki sistem transportasi massal agar masyarakat lebih tertarik menggunakan sarana transportasi umum.
ANGGRITA DESYANI