TEMPO.CO, Jakarta - Desakan agar pemerintah segera menyelamatkan TKI asal Nusa Tenggara Timur, Wilfrida Soik, dari hukuman mati di Malaysia terus menguat. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan petisi dukungan untuk Wilfrida sudah ditandatangani oleh lebih dari 10 ribu orang.
"Kami meminta pemerintah melakukan langkah-langkah konkret menghentikan hukuman mati," kata Anis saat ditemui di dalam aksi #save Wilfrida di Bundaran Hotel Indonesia, Ahad, 22 September 2013.
Menurut Anis, hukuman mati kepada Wilfrida harus dicegah. Hal itu disebabkan gadis asal NTT itu merupakan korban perdagangan manusia. Berdasarkan data Migrant Care, saat diberangkatkan ke Malaysia, Wilfrida baru berumur 17 tahun. Data itu dipalsukan oleh calo yang memberangkatkannya menjadi 21 tahun.
Di dalam paspornya, tanggal lahir Wilfrida adalah 8 Juni 1989. Sementara berdasarkan surat baptis yang dikeluarkan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Kolo Ulun, Wilfrida lahir pada 12 Oktober 1993.
Saat ini, calo bernama Deni yang memberangkatkan Wilfrida tengah diselidiki oleh Polres Belu NTT. Dia diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, subsider Pasal 102 UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI.
Baca Juga:
Menurut Anis, kejanggalan pengiriman Wilfrida ke luar negeri juga terlihat dari waktu keberangkatan. Ketika berangkat, Indonesia tengah melakukan moratorium pengiriman TKI dengan Malaysia. "Penjatuhan hukuman mati untuk Wilfrida sungguh tak tepat," kata Anis.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya, Martin Hutabarat, yang ikut dalam aksi #saveWilfrida, meminta pemerintah segera melakukan advokasi untuk membebaskan Wilfrida dari hukuman mati.
Martin mengatakan, pembebasan Wilfrida bukan berarti yang salah tak boleh dihukum, tetapi negara tak boleh membiarkan adanya hukuman mati untuk WNI di luar negeri. "Bisa saja hukumannya diubah jadi seumur hidup atau hukuman lain yang sepadan."
Pemerintah, kata Martin, harus segera membentuk tim advokasi yang proaktif melakukan langkah penyelamatan. Jika diperlukan, pemerintah bisa memperkuat upaya pembebasan dengan jalur diplomatis.
Migrant Care berharap petisi tolak hukuman mati Wilfrida ini akan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim yang akan menjatuhkan putusan sela pada 30 September mendatang. Selain mengajukan petisi, Migrant Care juga berencana menyuarakan pembebasan Wilfrida di Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam UN High Level Dialogue on Migration and Development, di New York, pada 30 September hingga 4 Oktober 2013.
Sejak tiga tahun lalu, Wilfrida telah mendekam selama tiga tahun di penjara Pangkalan Chepa, Kota Nharu, Kelantan. Ia telah menjalani beberapa kali persidangan di Mahkamah Tinggi Kota Bahru. Wilfrida ditangkap polisi daerah Pasir Mas di sekitar Kampung Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan, karena dituduh membunuh majikannya, Yeap Seok Pen.
IRA GUSLINA SUFA