TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional Hamidah Abdurrachman menduga faktor senioritas ikut menjadi bahan pertimbangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyodorkan Komisaris Jenderal Sutarman sebagai calon tunggal Kepala Polri ke DPR. "Sutarman itu calon yang paling senior dibanding yang lain," kata Hamidah saat dihubungi, Sabtu, 28 September 2013.
Sutarman lulus Akademi Kepolisian pada 1981, lebih dulu ketimbang nama lain yang sempat digadang-gadang bakal menggantikan Timur Pradopo yang akan Pensiun tahun ini. Seperti, Direktur Badan Narkotika Nasional Komisaris Jendral Anang Iskandar (1983); Kepala Badan Pemelihara Keamanan Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jendral Badrorin Haiti (1982); atau Kepala Lembaga Pendidika Polisi Komisaris Jendral Budi Gunawan (1983).
Menurut Hamidah, Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian juga mengatur soal senioritas itu. Pasal 11 butir 6 menyebut calon Kapolri adalah perwira tinggi yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
Dalam teknis organisasi, pemimpin senior juga dinilai lebih berwibawa ketimbang pemimpin junior. Masalahnya, kata Hamidah, persoalan senioritas ini masih kental terasa di kepolisian. Akan repot jika pemimpin junior memberi perintah kepada bawahannya yang angkatannya lebih muda. "Senioritas cukup berpengaruh," katanya.
Pengamat Kepolisian Komisaris Besar (Purn.) Bambang Widodo Umar mengatakan jika benar Sutarman dipilih jadi Kapolri, ia akan berduet dengan Komisaris Jendral Oegroseno. Secara angkatan, Oegroseno lebih tua daripada Sutarman. Oegroseno lulus Akademi Kepolisian pada 1978.
Namun Bambang mengatakan masalah senioritas angkatan seharusnya tak menjadi kendala. "Sehari-hari Sutarman memanggil Oegroseno dengan sebutan mas, tapi untuk urusan tugas tetap saja faktor hierarki yang berpengaruh," katanya.
ANANDA BADUDU