TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, Kismantoro Petrus mengatakan, sejumlah negara lain lebih dulu membuka akses Direktorat Jenderal Pajak ke pihak perbankan. "Indonesia yang tertinggal," katanya seusai menghadiri Diskusi Perpajakan Perbankan yang digelar Institut Perbanas, Selasa, 22 Oktober 2013.
Bahkan, kata dia, Malaysia, sudah menerapkan ketentuan itu tahun lalu. "Sudah hampir semua negara di dunia terutama yang sudah maju, simpanan, tabungan ke bank wajib pajak yang ada di bank, itu terbuka untuk Direktorat Pajak tanpa banyak proses-proses yang ditempuh," ucapnya. Akses ini dinilai Kismantoro jitu dalam mendeteksi potensi pajak yang terselubung.
Namun ia optimistis akses Ditjen Pajak terhadap informasi perbankan tinggal menunggu pengaturan dalam Undang-Undang. "Sepanjang Undang-Undang sudah mengatakan iya, BI borderless dengan kami," kata Kismantoro.
Kemungkinannya, kata dia, pemerintah akan mengajukan agar ketentuan itu masuk dalam Undang-Undang KUP atau Undang-Undang Perbankan. Jika Undang-Undang sudah ada, Ditjen Pajak hanya akan terhubung dengan sistem informasi di Bank Indonesia. "Kami tinggal ngambil, karena itu transaksi semua dimonitor BI, kami tinggal nyantolin (sistem informasi)," ucapnya.
Direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI), Yap Tjay Soen masih mempertanyakan data-data apa saja yang harus dibuka. Ia menjelaskan bank juga harus menjaga kerahasian nasabah.
Ditanya soal kemungkinan nasabah bakal lari ke luar negeri jika pemerintah menerapkan hal itu, Yap tak yakin bakal terjadi demikian. "Kalau pindah ke negara lain, saya kira tidak," ucapnya.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler
SMS Pembunuh Holly: Gagal, Gatot: Kabur!
Airin Menyewa Hotel Selama di Harvard
Gatot Kenal Holly di Tempat Hiburan Malam
Gatot Diduga Giring Holly ke Apartemennya
Holly Dibunuh, Gatot Berbohong di Australia
Erick Thohir Beli Inter Milan, Rothschild Berang
Ahok Minta Perbaikan Jalan Rampung Sehari