TEMPO.CO, Yogyakarta - Volume sampah di kawasan Malioboro naik sekitar lima persen usai kirab pengantin keraton. “Ada sekitar lima ton sampah yang tercecer, tapi dari wisatawan dan warga yang membuang sampah sembarangan. Bukan dari peserta kirab atau kotoran kuda,” kata Irfan Soesilo, Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, kepada Tempo, di sela pemantauan kebersihan di kawasan Titik Nol Kilometer, Rabu, 23 Oktober 2013.
Dari pantauan Tempo, tumpukan sampah paling banyak ada di kawasan titik nol kilometer Yogyakarta. Sampah itu didominasi bungkus makanan dan botol minuman. “Kami sebelumnya sudah meminta agar pedagang asongan bertanggung jawab dan membawa kantong sampah sendiri, tapi sepertinya tidak dihiraukan,” kata Irfan.
Anehnya, meski dalam kegiatan itu ada puluhan kuda, baik milik Keraton Yogyakarta maupun masyarakat yang naik andong, di sepanjang Jalan Malioboro nyaris tak ada kotoran kuda yang tercecer atau menimbulkan bau tak sedap.
Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta menerjunkan sekitar 25 petugas kebersihan di kawasan sepanjang Malioboro hingga titik nol kilometer yang dipakai sebagai jalur kirab.
Bahkan, untuk menjaga agar kotoran kuda tak berceceran dan menimbulkan bau tak sedap, Badan Lingkungan juga membentuk tim kebersihan yang khusus membuntuti kereta kirab. ”Setiap kereta ada dua petugas kebersihan yang mengawal, kiri dan kanan. Setelah kirab, semua petugas menyebar untuk membersihkan sampah, dan diprioritaskan di titik nol kilometer yang merupakan persimpangan tiga arah,” kata dia.
Kirab kereta baru selesai sekitar pukul 11.00 WIB. Usai kirab, lalu lintas Malioboro kembali dibuka dan berjalan normal. Hanya saja, tumpukan kendaraan yang parkir, khususnya roda empat, masih memadati Alun-alun Utara depan Keraton Yogyakarta. Sementara di Tempat Khusus Parkir Abu Bakar Ali yang biasa dijadikan tempat parkir bus wisata, masih dipenuhi kendaraan roda dua para wisatawan dan warga.
PRIBADI WICAKSONO