TEMPO.CO, Kendari – Sebuah lembaga swadaya masyarakat menuding perusahaan tambang mempekerjakan warga asing secara ilegal. Tuduhan itu diutarakan Forum Rakyat Penegak Hukum Sulawesi Tenggara (Forak Sultra).
“Delapan orang karyawan perusahaan tambang milik PT Jagad Rayatama terindikasi sebagai tenaga kerja ilegal,” kata Taufik Sungkono, Koordinator Wilayah Forak Sultral, Senin, 28 Oktober 2013.
Manager Administrasi, PT Jagad Rayatama, Antonio, membantah tudingan itu.
"Nda logis, apa mungkin mereka bisa tinggal tanpa ada dokumen lengkap, semua dokumen ketenagakerjaan yang wajib dimiliki pekerja asing ada semua," kata Antonio.
Dia menegaskan perusahaan tidak akan berani mempekerjakan warga asing ilegal lantaran sangat merugikan.
“Sanksinya tidak main-main, kami bisa di-blacklist,” kata Antonio yang menjamin bisa memperlihatkan dokumen lengkap para pekeja asing yang bekerja di PT Jagad Rayatama jika diminta pihak berwenang.
Menurut Taufik, dia mendapatkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Konawe Selatan dan masyarakat yang mengatakan kedelapan warga asing ilegal itu bekerja di lokasi pertambangan yang terletak di Kecamatan Palangga dan Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Kedelapan warga asing yang diduga dipekerjakan itu adalah, Liu sebagai manajer cabang, Song menjabat manajer site, Wang dan Wong di bagian keuangan, Anan di bagian operasional, Lai di bagian BBM, serta Sun dan Ahwa di bagian laboratorium.
Mereka diduga tidak memiliki dokumen izin tinggal sementara dan visa kerja serta menyalahgunakan penggunaan visa kunjungan. Taufik juga menuduh PT Jagad Rayatama juga tidak memiliki izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA).
Pihak imigrasi Kota Kendari menolak memberikan data nama-nama warga asing yang bekerja di Sulawesi Tenggara karena merupakan informasi rahasia, "Kalau mau datanya harus ada bersurat resmi dari institusi," terang Kepala Kantor Imigrasi Kota Kendari, Hendryarto.
PT Jagad Rayatama beroperasi sejak tahun 2009 dengan luas konsesi 1.670 hektare di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hingga 2013, anak perusahaan Global Mining Capital (GMC) tersebut sudah 15 kali mengirim biji nikel ke Cina dengan sekali pengiriman 500 ribu ton.
ROSNIAWANTY FIKRY