TEMPO.CO, Bandung - Di tengah ketiadaan buku rapor bagi siswa baru selama dua tahun ini dari tingkat SD hingga SMA/ SMK di Kota Bandung, ternyata ada ribuan buku rapor yang mubazir. Sejumlah SMA negeri sejak 2005 ada yang tak memakai buku rapor dari pemerintah karena membuat rapor sendiri.
Kepala SMAN 1 Bandung Cucu Saputra mengatakan, kepala sekolah sebelumnya sejak 2008 membuat rapor sendiri. Sampai sekarang, kebijakan itu masih diterapkan. "Sesuai aturan Menteri dan Dinas Pendidikan, sekolah dibolehkan membuat rapor sendiri," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 30 Oktober 2013.
Cucu sendiri mengaku telah membuat rapor sendiri saat menjadi kepala SMAN 3 Bandung sejak 2005 lalu. Rapor bikinan sendiri itu disebut buku laporan hasil belajar (LHB). Format dan isiannya mengacu buku rapor pemerintah, tapi bentuknya berupa selembar kertas yang dibagikan tiap akhir semester. "Memang dapat jatah (buku rapor) dari pemerintah, yang jadi mubazir," kata Cucu.
Pembuatan rapor sendiri itu dinilainya efisien. Guru tidak perlu repot mengisi buku rapor siswa dengan tulis tangan karena data nilai tinggal dicetak. "Tugas guru kan mendidik, tugas mengisi rapor itu seperti tugas bagian administrasi," ujarnya. Selain itu, jika lembar nilai siswa tersebut hilang atau tercecer, siswa bisa dengan mudah meminta salinannya ke sekolah.
Selain SMAN 1, ada lima SMAN lain yang punya kebijakan serupa, seperti SMAN 9. "Ada beberapa sekolah yang inisiatif bikin rapor sendiri. Buku rapor (resmi) akhirnya ditumpuk di sekolah," kata guru SMAN 9 Bandung, Iwan Hermawan. Setiap angkatan, SMA negeri di Kota Bandung menerima sekitar 200-300 siswa baru.
Kepala Bidang SMA dan SMK Dinas Pendidikan Kota Bandung Dedi Dharmawan mengaku tahu ada SMAN yang membuat rapor sendiri. Rapor buatan sekolah itu untuk melengkapi penilaian yang tidak tercantum di buku rapor resmi, misalnya penilaian akhlak dan budi pekerti siswa. Pada beberapa kasus saat pencetakan buku rapor terlambat seperti sekarang, sekolah boleh membuat laporan hasil belajar (LHB) siswa sendiri.
Laporan itu, menurut dia, hanya bersifat sementara dan nilai siswa harus dipindahkan ke buku rapor resmi. Soal praktek yang diterapkan di dua SMA negeri tersebut, Dedi mengaku belum tahu. "Harus dicek lagi, sepengetahuan saya tidak ada yang tak memakai buku rapor," ujarnya.
ANWAR SISWADI
Topik Terhangat:
Suap Bea Cukai | Buruh Mogok Nasional | Suap Akil Mochtar | Misteri Bunda Putri | Dinasti Banten
Berita Terpopuler:
Detik-detik Menegangkan Penangkapan Heru
Soal Lurah Susan, Menteri Gamawan Pasrah
Kekayaan Prabowo Lebih dari Rp 1,6 Triliun
Tolak Ahok, PPP Dinilai Mirip Anak Kecil
Polisi Penangkap Heru Teman Sekelas di SMA