TEMPO.CO, Semarang - Tantangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar Bank Jateng bisa melakukan terobosan penambahan modal dengan menjual saham ke publik (Initial Public Offering-IPO) ditepis Direktur Utama Bank Jateng Haryono. Menurut dia, kondisi Bank Jateng saat ini belum siap, baik dari segi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana.
“IPO juga tidak menjadi jaminan sebuah bank bisa menjadi bagus,” kata Haryono, usai ikut Rapat Umum Pemegang Saham Bank Jateng, Kamis sore, 31 Oktober 2013.
Dia menunjuk kasus Bank Jabar dan Bank Jatim yang sudah IPO dan terkendala sumber daya manusia yang belum siap. Berbeda dengan sikap Gubernur Ganjar yang tak setuju penambahan modal memakai uang rakyat lewat dana pemerintah, Haryono justru mengandalkan dana dari pemerintah daerah.
Menurut dia, sepanjang pemegang saham, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah, berkomitmen menambah modal sesuai dengan rencana, maka tidak perlu ada kebijakan IPO.
Dalam rencana pengembangan Bank Jateng hingga 2017 mendatang, pemegang saham harus menambah modal hingga Rp 3 triliun. Angka itu sesuai dengan peraturan daerah yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. “Kalau sudah dipenuhi tidak perlu IPO,” ujar Haryono, yang sudah menjabat Dirut Bank Jateng selama sembilan tahun.
Selain itu, tinimbang menjual saham ke publik, Haryono lebih suka penambahan modal berasal dari karyawan. “Selain menambah modal, juga bertujuan untuk memotivasi karyawan bekerja lebih bagus.”
Akan tetapi, dalam RUPS, usulan kepemilikan saham karyawan itu belum disetujui. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar usulan kepemilikan saham karyawan dan manajemen tersebut dikaji lebih mendalam. “Apa saja risiko-risikonya. Belum ada penjelasan maka ditunda dulu,” kata Ganjar Pranowo.
ROFIUDDIN